Isu Etika Signifikan dalam dunia bisnis dan profesi
Isu adalah masalah
pokok yang berkembang di masyarakat atau suatu lingkungan yang belum tentu
benar, serta membutuhkan pembuktian. Isu adalah topic yang menarik untuk
didiskusikan dan sesuatu yang memungkinkan orang untuk mengemukakan pendapat
yang bervariasi. Isu muncul dikarenakan adanya perbedaan nilai. Etik
merupakan bagian dari filosofi yang berhubungan erat dengan nilai manusia dalm
menghargai suatu tindakan, apakah benar atau salah dan apakah pernyataan itu
baik atau buruk. Moral adalah keyakinan individu bahwa sesuatu adalah
mutlak baik, atau buruk walaupun situasi berbeda. Teori moral mencoba
menformulasikan suatu prosedur dan mekanisme untuk pemecahan masalah
etik. Issue moral (etik) adalah topik yang penting berhubungan dengan
benar dan salah dalam kehidupan sehari – hari, begitu juga dal dunia bisnis dan
profesi.
Didalam bisnis tidak
jarang berlaku konsep tujuan menghalalkan segala cara. Bahkan tindakan yang
berbau kriminal pun ditempuh demi pencapaian suatu tujuan. Kalau sudah
demikian, pengusaha yang menjadi pengerak motor perekonomian akan berubah
menjadi binatang ekonomi.
Terjadinya perbuatan
tercela dalam dunia bisnis tampaknya tidak menampakan kecenderungan tetapi
sebaliknya, makin hari semakin meningkat. Tindakan mark-up, ingkar janji, tidak
mengindahkan kepentingan masyarakat, tidak memperhatikan sumber daya alam
maupun tindakan kolusi dan suap merupakan segelintir contoh pengabdian para
pengusaha terhadap etika bisnis. Secara sederhana etika bisnis dapat
diartikan sebagai suatu aturan main yang tidak mengikat karena bukan hukum.
Isu etika yang signifikan dengan dunia bisnis dan
profesi, diantaranya :
Benturan kepentingan
Benturan kepentingan
adalah perbedaan antara kepentingan ekonomis perusahaan dengan kepentingan
ekonomis pribadi Direktur, Komisaris atau pemegang saham utama di suatu
perusahaan. Benturan kepentingan ini dapat dikategorikan menjadi 8 jenis
situasi sebagai berikut:
·
Segala konsultasi atau hubungan lain
yang signifikan atau berkeinginan mengambil andil di dalam aktivitas pemasok,
pelanggan atau pesaing (competitor).
·
Segala kepentingan pribadi yang
berhubungan dengan kepentingan perusahaan. Segala hubungan bisnis atas nama
perusahaan dengan personal yang masih ada hubungan keluarga ( family )
dengan perusahaan yang dikontrol oleh personal tersebut.
·
Segala posisi dimana karyawan dan
pimpinan perusahaan mempunyai pengaruh ( control ) terhadap evaluasi hasil
pekerjaan atau kompensasi dari personal yang masih ada hubungan keluarga.
·
Segala penggunaan pribadi maupun
berbagai informasi rahasia perusahaan demi suatu kepentingan pribadi, seperti
anjuran untuk membeli atau menjual barang atau produk milik perusahaan yang
didasarkan atas informasi rahasia tersebut.
·
Segala penjualan atau pembelian
perusahaan yang menguntungkan pribadi. Segala penerimaan dari keuntungan
seseorang atau organisasi atau pihak ketiga yang berhubungan dengan perusahaan.
Segala aktivitas yang berkaitan dengan insider trading atas perusahaan
yang telah go public yang merugikan pihak lain.
Semua situasi benturan kepentingan adalah kecurigaan dari segi moral, namun
beberapa diantaranya lebih serius daripada yang lain. Terdapat tiga cara untuk
membedakan benturan kepentingan, antara lain:
1. Benturan
kepentingan aktual dan potensial
Aktual di sini apabila kepentinan pribadi menyebabkan seseorang bertindak
bertentangan denan pihak lain yang seharusnya dipenuhi opeh orang tersebut.
Potensial apabila terdapat kemungkinan bahwa seseorang akan tidak mampu
memenuhi kewajiban untuk berttindak memenuhi kepentingan pihak lain, sekalipun
orang tersebut belum melakukannya.
2. Benturan
kepentingan pribadi dan non-pribadi
Jika seorang akuntan yang kepentingan pribadinya berbenturan dengan kepentingan
klien disebut benturan kepentingan pribadi, sedangkan saat seorang akuntan
memberikan jasanya, maka disbut benturan kepentingan non-pribadi
3. Benturan
kepentingan individu dan organisasi
Dalam hubungan keagenan, lazimnya adalah seorang yang bertindak demi
kepentingan prinsipal. Prinsipal ini bisa individu atau organisasi. Akan
tetapi, organisasi juga dapat bertindak sebagai agen dan karenanya jua bisa
merupakan pihak yang kepentingannya berbenturan.
Bentuk-bentuk dari Benturan Kepentingan yaitu;
a. Pertimbangan
yang bias
Benturan ini biasanya
berupa pertimbangan akuntan yang mementingkan kepentingan pribadinya sehingga
mengabaikan kepentingan klien.
b. Kompetisi
langsung
Ini dapat berupa
benturan dalam pekerjaan seorang pegawai dengan perusahaannya di mana sama-sama
memiliki kepentingan
c. Penyalahgunaan
kedudukan/posisi
Biasanya dengan
kedudukan benturan yang terjadi berupa nepotisme atau mengedepankan keluarga
dengan jabatannya daripada seseorang yang mungkin lebih ahli yang bukan
keluarganya.
d. Pelanggaran
kerahasiaan
Pelanggaran ini
biasanya untuk mendapatkan kepentingan pribadinya dengan mengungkapkan rahasia
yang merugikan pihak lain.
Benturan yang terjadi pada Akuntan profesional yaitu
kepentingan atau hubungan yang membuat pertimbangan-pertimbangan seorang
akuntan dapat goyah, sehingga seorang akuntan harus tetap menjag integritas,
objektivitas dan independensi nya terhadap setiap kepentinan dan hubungan.
Jenis-jenis Benturan Kepentingan bagi Akuntan
Profesional
1. Kepentingan
pribadi seorang akuntan berbenturan dengan kepentingan stakeholder atau orang
lain.
2. Kepentingan
pribadi akuntan dan beberapa stakeholder berenturan dengan stakeholder lainnya.
3. Kepentingan
satu klien diutamakan daripada kepentingan klien lainnya.
4. Kepentingan
satu atau beberapa stakeholder berbenturan dengan satu atau beberapa
stakeholder lainnya
Etika dalam tempat kerja
Kemerosotan nilai dalam
dunia kerja juga diakui oleh ahli filsafat Franz Magnis Suseno, bahwa etika
dalam tempat kerja mulai tergeser oleh kepentingan pencapaian keuntungan
secepat-cepatnya. Eika sudah tidak ada lagi dan kegiatanekonomi hanya
dimaknakan sebagai usaha mencari uang dengan cepat. Akibatnya, perusahaan
memberlakukan karyawan dengan buruk dan tidak menghormati setiap pribadi. Etika
dalam profesionalisme bisnis. Ada dua hal yang terkandung dalam etika bisnis
yaitu kepercayaan dan tanggung jawab. Kepercayaan diterjemahkan kepada
bagaimana mengembalikan kejujuran dalam dunia kerja dan menolak stigma lama
bahwa kepintaran berbisnis diukur dari kelihaian memperdayasaingan. Sedangkan
tanggung jawab diarahkan atas mutu output sehingga insan bisnis jangan puas
hanya terhadap kualitas kerja yang asal-asalan.
Dalam pandangan
rasional tentang perusahaan, kewajiban moral utama pegawai adalah untuk bekerja
mencapai tujuan perusahaan dan menghindari kegiatan-kegiatan yang mungkin
mengancam tujuan tersebut. Jadi, bersikap tidak etis berarti menyimpang dari
tujuan-tujuan tersebut dan berusaha meraih kepentingan sendiri dalam cara-cara
yang jika melanggar hukum dapat dinyatakan sebagai salah satu bentuk “kejahatan
kerah putih”.
Adapun beberapa praktik di dalam suatu pekerjaan yang dilandasi dengan etika
dengan berinteraksi di dalam suatu perusahaan, misalnya:
1. Etika
Terhadap Saingan
Kadang-kadang ada produsen berbuat kurang etis
terhadap saingan dengan menyebarkan rumor, bahwa produk saingan kurang bermutu
atau juga terjadi produk saingan dirusak dan dijual kembali ke pasar, sehingga
menimbulkan citra negatifdari pihak konsumen.
2. Etika
Hubungan dengan Karyawan
Di dalam perusahaan ada aturan-aturan dan
batas-batas etika yang mengatur hubungan atasan dan bawahan, Atasan harus ramah
dan menghormati hak-hak bawahan, Karyawan diberi kesempatan naik pangkat, dan
memperoleh penghargaan.
3. Etika
dalam hubungan dengan public
Hubungan dengan publik harus di jaga sebaik mungkin,
agar selalu terpelihara hubungan harmonis. Hubungan dengan public ini
menyangkut pemeliharaan ekologi, lingkungan hidup
Aktivitas bisnis internasional – masalah budaya
Seorang pemimpin
memiliki peranan penting dalam membentuk budaya perusahaan. Hal itu bukanlah
sesuatu yang kabur dan hambar, melainkan sebuah gambaran jelas dan konkrit.
Jadi, budaya itu adalah tingkah laku, yaitu cara individu bertingkah laku dalam
mereka melakukan sesuatu.
Tidaklah mengherankan,
bila sama-sama kita telaah kebanyakan perusahaan sekarang ini. Para pemimpin
yang bergelimang dengan fasilitas dan berbagai kondisi kemudahan. Giliran
situasinya dibalik dengan perjuangan dan persaingan, mereka mengeluh dan malah
sering mengumpat bahwa itu semua karena SDM kita yang tidak kompeten dan tidak
mampu. Mereka sendirilah yang membentuk budaya itu (masalah budaya). Semua
karena percontohan, penularan dan panutan dari masing-masing pemimpin. Maka
timbul paradigma, mengubah budaya perusahaan itu sendiri.
Budaya perusahaan
memberi kontribusi yang signifikan terhadap pembentukan perilaku etis, karena
budaya perusahaan merupakan seperangkat nilai dan norma yang membimbing
tindakan karyawan. Budaya dapat mendorong terciptanya prilaku. Dan sebaliknya
dapat pula mendorong terciptanya prilaku yang tidak etis.
Akuntabilitas Sosial
Akuntabilitas sosial
merupakan proses keterlibatan yang konstruktif antara warga negara dengan
pemerintah dalam memeriksa pelaku dan kinerja pejabat publik, politisi dan
penyelenggara pemerintah.
Tujuan Akuntanbilitas Sosial, antara lain :
1. Untuk
mengukur dan mengungkapkan dengan tepat seluruh biaya dan manfaat bagi
masyarakat yang ditimbulkan oleh aktifitas-aktifitas yang berkaitan dengan
produksi suatu perusahaan
2. Untuk
mengukur dan melaporkan pengaruh kegiatan perusahaan terhadap lingkungannya,
mencakup : financial dan managerial social accounting, social auditing.
3. Untuk
menginternalisir biaya sosial dan manfaat sosial agar dapat menentukan suatu
hasil yang lebih relevan dan sempurna yang merupakan keuntungan sosial suatu
perusahaan.
Salah satu alasan utama
kemajuan akuntabilitas sosial menjadi lambat yaitu kesulitan dalam pengukuran
kontribusi dan kerugian. Prosesnya terdiri dari atas tiga langkah, diantaranya:
a.
Menentukan biaya dan manfaat social
Sistem nilai masyarakat merupakan faktor penting
dari manfaat dan biaya sosial. Masalah nilai diasumsikan dapat diatasi dengan
menggunakan beberapa jenis standar masyarakat dan mengidentifikasikan
kontribusi dan kerugian secara spesifik.
b.
Kuantifikasi terhadap biaya dan manfaat
saat aktivitas yang menimbulkan biaya dan manfaat sosial
ditentukan dan kerugian serta kontribusi
c.
Menempatkan nilai moneter pada jumlah
akhir.
Tanggung Jawab Sosial Bisnis dunia bisnis hidup
ditengah-tengah masyarakat, kehidupannya tidak bisa lepas dari kehidupan
masyarakat. Oleh karena itu ada suatu tanggungjawab social yang dipikul oleh
bisnis. Banyak kritik dilancarkan oleh masyarakat terhadap bisnis yang kurang
memperhatikan lingkungan.
Manajemen Krisis
Krisis merupakan suatu
kejadian besar dan tidak terduga yang memiliki potensi untuk berdampak negatif
maupun positif. Kejadian ini bisa saja menghancurkan organisasi dan karyawan,
produk, jasa, kondisi keuangan dan reputasi . Krisis merupakan keadaan yang
tidak stabil dimana perubahan yang cukup menentukan mengancam, baik perubahan
yang tidak diharapkan ataupun perubahan yang diharapkan akan memberikan hasil
yang lebih baik. Organisasi yang memikirkan dampak negatif yang mungkin
ditimbulkan dari suatu krisis akan berusaha untuk mempersiapkan diri sebelum
krisis tersebut terjadi. Bahkan ada peluang dimana organisasi dapat mengubah
krisis menjadi suatu kesempatan untuk memperoleh dukungan publik
Sebab Krisis Krisis
terjadi apabila ada benturan kepentingan antara organisasi dengan publiknya.
Secara umum dapat dijelaskan bahwa penyebab krisis adalah
1. Sebab
umum :
o
Gangguan kesejahtraan dan rasa aman
o
Tanggung jawab sosial diabaikan
2. Sebab
khusus :
o
kesalahan pengelola yang mengganggu
lapisan bawah
o
penurunan profit yang tajam
o
Penyelewengan
o
perubahan permintaan pasar
o
kegagalan/penarikan produk
o
regulasi dan deregulasi
o
kecelakaan atau bencana alam
Suatu krisis menurut
pendapat Steven Fink dapat dikategorikan kedalam empat level perkembangan,
yakni :
1. Tahap
Prodomal
Krisis pada tahap ini
sering dilupakan orang karena perusahaan masih bisa bergerak dengan lincah.
Padahal pada tahap ini, bukan pada tahap krisis sudah kronis (meledak), krisis
sudah mulai muncul. Tahap prodromal sering disebut pula warning stage karena ia
memberi sirene tanda bahaya mengenai simtom-simtom yang harus segera diatasi.
Tahap ini juga
merupakan bagian dari turning point. Bila manajemen gagal mengartikan atau
menangkap sinyal ini, krisis akan bergeser ke tahap yang lebih serius: tahap
akut.
Contoh: Kasus rush nasabah bank BCA tahun 1998
2. Tahap
Akut
Meski bukan di sini
awal mulanya krisis, orang menganggap suatu krisis dimulai dari sini karena
gejala yang samar-samar atau sama sekali tidak jelas itu mulai kelihatan jelas.
Dalam banyak hal,
krisis yang akut sering disebut sebagai the point of no return. Artinya, sekali
sinyal – sinyal yang muncul pada tahap peringatan (prodromal) tidak digubris,
ia akan masuk ke tahap akut dan tidak bisa kembali lagi. Kerusakan sudah mulai
bermunculan, reaksi mulai berdatangan, isu menyebar luas. Namun , berapa besar kerugian
lain yang akan muncul amat tergantung dari para aktor yang mengendalikan
krisis.
Salah satu kesulitan
besar dalam menghadapi krisis pada tahap akut adalah intensitas dan kecepatan
serangan yang datang dari berbagai pihak yang menyertai tahap ini. Kecepatan
ditentukan leh jenis krisis yang menimpa perusahaan, sedangkan intensitas
ditentukan oleh kompleksnya permasalahan.
3. Tahap
Kronis
Organisasi masih
merasakan dampak dari krisis yang terjadi dan terkadang dampak ini bisa lebih
lama dari krisis itu sendiri.
Tahap ini disebut
sebagai tahap recovery atau self analysis. Di dalam perusahaan, tahap ini
ditandai dengan perubahan struktural. Berakhirnya tahap akut dinyatakan dengan
langkah-langkah pembersihan.
Contoh: Kasus tumpahan minyak Kapal Exxon Valdez
(1989).
4. Tahap
Resolusi (Penyembuhan)
Tahap ini adalah tahap
penyembuhan (pulih kembali) dan tahap terakhir dari 4 tahap krisis. Meski
bencana besar dianggap sudah berlalu, tetap perlu berhati-hati, karena riset
dalam kasus-kasus krisis menunjukkan bahwa krisis tidak akan berhenti begitu
saja pada tahap ini.
Krisis umumnya berbentuk siklus yang akan membawa
kembali pada keadaan semula (prodromal).
Contoh
kasus:
“
Penggelembungan Nilai (mark up) PT. Kimia Farma Tbk ”
Penggelembungan nilai (mark
up) PT. Kimia Farma Tbk pada tahun 2001 (Arifin,
2005). Laba bersih dilaporkan sebesar Rp 132 miliar
lebih, padahal seharusnya hanyalah sebesar Rp 99,6 miliar. Berdasarkan hasil pemeriksaan
BAPEPAM, penggelembungan sebesar Rp 32,7 miliar tersebut berasal dari:
· overstated atas
penjualan pada Unit Industri Bahan Baku sebesar Rp 2,7 miliar,
· overstated atas
persediaan barang pada Unit Logistik Sentral sebesar Rp 23,9 miliar, dan
· overstated pada
persediaan barang sebesar Rp 8,1 miliar dan overstated atas
penjualan sebesar Rp 10,7 miliar pada unit Pedagang Besar Farmasi (PBF).
Arifin (2005) menyatakan
bahwa para akuntan adalah salah satu profesi yang terlibat secara langsung
dalam pengelolaan perusahaan (corporate governance). Dalam hubungannya
dengan prinsip good corporate governance (GCG), peran akuntan
secara signifikan terlibat dalam berbagai aktivitas penerapan prinsip-prinsipGCG. Terbongkarnya
kasus–kasus khususnya ilmu akuntansi yang terlibat dalam praktik
manajemen laba memberikan kesadaran tentang betapa pentingnya peran
dunia pendidikan dalam menciptakan sumber daya manusia yang cerdas dan
bermoral. Ungkapan tersebut mengisyaratkan bahwa sikap dan perilaku moral
(akuntan) dapat terbentuk melalui proses pendidikan yang
terjadi dalam lembaga pendidikan akuntansi, dimana mahasiswa sebagai input, sedikit
banyaknya akan memiliki keterkaitan dengan akuntan yang dihasilkan sebagai output.
Kasus pelanggaran etika
seharusnya tidak terjadi apabila setiap akuntan mempunyai pengetahuan,
pemahaman, dan kemauan untuk menerapkan nilai-nilai moral dan etika secara
memadai dalam pelaksanaan pekerjaan profesionalnya (Ludigdo, 1999). Oleh
karena itu, terjadinya berbagai kasus sebagaimana disebutkan di atas,
seharusnya memberi kesadaran untuk lebih memperhatikan etika dalam melaksanakan
pekerjaan profesi akuntan.
Pertanyaan–pertanyaan
tentang dugaan atas pelanggaran etika profesi akuntan terhadap kepercayaan
publik telah menimbulkan campur tangan pemerintah. Ponemon dan Gabhart
(1993), memberikan argumen bahwa hilangnya kepercayaan publik
dan meningkatnya campur tangan dari pemerintah pada gilirannya
menimbulkan dan membawa kepada matinya profesi akuntan, dimana masalah etika
melekat dalam lingkungan pekerjaan para akuntan professional (Ponemon
dan Gabhart, 1993; Leung dan Cooper, 1995).
Para akuntan
profesional cenderung mengabaikan persoalan moral bilamana menemukan masalah
yang bersifat teknis (Volker,1984; Bebeau, dkk. 1985,
dalam Marwanto, 2007), artinya bahwa para akuntan profesional
cenderung berperilaku tidak bermoral apabila dihadapkan dengan suatu persoalan
akuntansi.
Disisi lain, karakter
moral berkenaan dengan personaliti, seperti kekuatan ego, keteguhan ego,
kegigihan, kekerasan hati, pemikiran dan kekuatan akan
pendirian serta keberanian yang berguna untuk melakukan tindakan yang benar (Rest,
1986). Seorang individu yang memiliki kemampuan dalam menentukan apa
yang secara moral baik atau buruk dan benar atau salah, mungkin bisa gagal atau
salah dalam berkelakuan secara moral sebagai hasil dari kegagalan dalam
mengidentifikasi persoalan-persoalan moral(Walker, 2002). Dalam
berkelakuan secara moral seorang individu dipengaruhi oleh faktor-faktor
individu yang dimilikinya.
Jones (1991) telah
mengembangkan suatu model isu-kontinjen untuk menguji pengaruh persepsi
intensitas moral dan menghubungkannya dengan ‘model empat komponen
Rest’. Rest (1986) membangun model kognitif tentang
pengambilan keputusan (empat model komponen) untuk menguji
pengembangan proses-proses pemikiran moral dan perilaku individu (Chan
dan Leung, 2006). Rest menyatakan bahwa untuk bertindak
secara moral, seorang individu melakukan empat dasar proses psikologi, yaitu :
1. Sensitivitas Moral (Moral
Sensitivity)
2. Pertimbangan Moral (Moral
Judgment)
3. Motivasi Moral (Moral
Intentions), dan
4. Perilaku Moral (Moral
Behavior)).
Jones (1991) mengungkapkan
bahwa isu-isu intensitas moral secara signifikan mempengaruhi proses pembuatan
keputusan moral. Penelitian sebelumnya telah menguji pengaruh komponen dari
intensitas moral terhadap sensitivitas moral (Singhapakdi dkk., 1996;
May dan Pauli, 2000), pertimbangan moral (Webber, 1990, 1999;
Morris dan McDonald, 1995; Ketchand dkk., 1999; Shafer dkk., 1999), dan
intensi moral(Singhapakdi dkk., 1996, 1999; Shafer dkk., 1999; May dan
Pauli, 2000). Dalam penelitian-penelitian tersebut, beberapa komponen
intensitas moral ditemukan berpengaruh secara signifikan dalam proses pembuatan
keputusan moral dari berbagai responden. Bagaimanapun, terdapat sedikit
penelitian yang melakukan pengujian pada berbagai karakteristik dari isu-isu
dan pengaruhnya terhadap proses pembuatan keputusan moral pada mahasiswa
akuntansi.
Kesimpulan Kasus :
Kasus-kasus pelanggaran
terhadap etika dalam dunia bisnis yang terjadi di Indonesia belakangan ini
seharusnya mengarahkan kebutuhan bagi lebih banyak penelitian yang meneliti
mengenai pembuatan keputusan etis. Kerasnya isu dalam hal pembuatan keputusan moral
terasa sangat penting dalam menegakkan kembali martabat dan kehormatan profesi
akuntan yang sedang dilanda krisis kepercayaan dari masyarakat luas.
Penelitian pengembangan
etika akuntan profesional seharusnya dimulai dengan penelitian mahasiswa akuntansi
di bangku kuliah, dimana mereka ditanamkan perilaku moral dan nilai-nilai etika
profesional akuntan (Jeffrey, 1993). Menurut Ponemon
dan Glazer (1990), bahwa sosialisasi etika profesi akuntan pada kenyataanya
berawal dari masa kuliah, dimana mahasiswa akuntansi sebagai calon akuntan
profesional di masa datang.
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar