Jumat, 12 April 2013

Inflasi Daging


Nama : Desi Auliasari
Kelas : 1EB19
NPM : 21212885

Inflasi Daging

Pendahuluan

Setiap negara pasti mengalami inflasi, inflasi yang terjadi dapat disebabkan oleh faktor yang berbeda-beda. Beberapa penyebab inflasi diantaranya bisa disebabkan oleh sektor ekspor-impor, tabungan atau investasi, pengeluaran dan penerimaan negara, sektor pemerintah dan swasta

Inflasi adalah bagian dari fenomena ekonomi yang terjadi bukan hanya di negara berkembang seperti Indonesia saja, tapi juga menyapa semua negara termasuk negara maju seperti Amerika, Jepang atau negara di bagian Eropa Barat. Bedanya terletak pada tingkat inflasinya

Di negara maju, harga-harga yang ada bisa dikatakan relatif stabil, dan ketika terjadi inflasi, tingkat keparahannya masih termasuk rendah yang berkisar antara 3%-5% per tahun. Hal ini berbeda dengan kondisi harga-harga yang ada di negara berkembang yang cenderung fluktuatif dan tingkat keparahan inflasinya lebih tinggi dari yang terjadi di negara maju

Kondisi yang terjadi ini akibat dari kondisi ekonomi, sosial dan politik yang memang relatif belum stabil. Ketika kondisi ekonomi-sosial-politik itu sedikit ada guncangan, maka ini bisa berpengaruh terhadap kenaikan inflasi.


ISI

inflasi adalah keadaan dimana terjadi kenaikan harga-harga barang yang ada di masyarakat dan berlangsung secara terus menerus. Terjadinya inflasi ini diakibatkan oleh beberapa faktor pemicu, antara lain:
• Terjadinya ketidaklancaran pada distribusi barang.
• Meningkatnya konsumsi masyarakat.
• Berlebihnya likuiditas di pasar yang bisa memicu terjadinya spekulasi

Inflasi juga diartikan sebagai penurunan nilai mata uang secara terus menerus. Pada prinsipnya, dari sudut pandang ekonomi dikatakan bahwa inflasi terjadi karena tidak atau belum adanya kesesuaian antara laju pertambahan uang yang beredar di masyarakat dengan pertumbuhan barang dan jasa yang ada.

Inflasi dilihat sebagai proses dari peristiwa ekonomi, bukan diarahkan pada tinggi rendahnya harga. Tingkat harga yang tinggi belum tentu bisa dimaknai sebagai petunjuk terjadinya inflasi. Bisa disebut inflasi jika syarat-syaratnya terpenuhi, yaitu kenaikan harga berlangsung secara terus menerus dan bersifat mempengaruhi yang lainnya

Inflasi dibedakan menjadi 4 berdasarkan tingkat keparahannya, yaitu:
1. Inflasi ringan, apabila tingkat inflasinya sebesar 10 atau 20 persen dalam kurun waktu 1 tahun
2. Inflasi sedang, berarti tingkat inflasi yang terjadi sebesar 10 sampai dengan 30 persen setahun
3. Inflasi berat, berkisar antara 30 sampai dengan 100 persen setahu
4. Hiperinflasi, berarti tingkat inflasinya lebih dari 100 persen setahun

Di Indonesia, daging sapi menjadi pemicu terjadinya inflasi pada Desember 2012. Sumbangsihnya sebesar 0,15% persen. Harga daging sapi telah memberi andil yang cukup besar terhadap inflasi. Kenaikan harganya sebesar 10,64% yang berkontribusi sebesar 0,15% terhadap inflasi Ini diakibatkan pembatasan kuota impor daging sapi dari Australia yang merupakan pemasok impor daging terbanyak ke Indonesia, hal ini terjadi karena target Indonesia untuk bisa memproduksi beberapa kebutuhan bahan pokok secara swasembada justru memicu kontroversi, dengan naiknya harga-harga serta ditambah munculnya kasus korupsi tingkat tinggi.

keputusan pemerintah untuk memotong impor daging secara drastis, tidak menguntungkan. Sapi lokal yang diasumsikan dapat menyuplai kebutuhan daging sapi sebesar 83% pada kenyataannya tidak dapat terpenuhi sehingga harga daging sapi sangat tinggi atau mengalami kenaikan sebesar 50% dibandingkan tahun lalu. penurunan kuota impor daging secara drastis dari 100.000 ton pada 2011 menjadi 34.500 ton pada 2012 (turun 65%) tidak memperhatikan ketersediaan suplai sapi lokal. Akibatnya, banyak sapi betina produktif dipotong. Di tahun 2013 ini pemerintah memotong impor untuk daging sapi hidup sebesar 30% dan 6% untuk daging sapi.

Berdasarkan pantauan harga di daerah-daerah pasar sentra konsumsi daging sapi,khususnya di sejumlah pasar tradisional,  harga daging bergerak naik di kisaran Rp.98.000 - Rp.105.000 per kg atau mencapai mencapai 9,76 dollar AS. Harga ini lebih tinggi dari kondisi normal semula antara Rp.65.000 - Rp.75.000 per kg. hal ini membuktikan bahwa harga sapi diIndonesia sangat malah dibandingkan dengan harga sapi di negara-negara lain seperti di Malaysia hanya 4,3 dollar AS, Thailand 4,2 dollar AS, Australia 4,2 dollar AS, Jepang 3,9 dollar AS, Jerman 4,3 dollar AS, dan India 7,4 dollar AS

Biaya social inflasi :
1.      Menurunnya tungkat kesejahteraan
2.      Distribusi pendapatan tidak merata
3.      Terganggunya stabilitas ekonomi

Dampak yang dirasakan dari kenikan harga sapi adalah minat pembeli menurun serta tidak hanya merugikan konsumen dan pedagang, tapi juga bagi peternak yang selama ini menekuni penggemukan sapi.




 Salah satu contohnya adalah sentra penggemukan sapi potong di kawasan Sanan Kelurahan Purwantoro,Kecamatan Blimbing, Kota Malang, yang mengalami kerugian hingga jutaan rupiah. Peternak disanan harus mengeluarkan uang lebih banyak lagi untuk membeli bibit sapi Dari harga antara Rp7 juta-Rp7,5 juta/ekor menjadi Rp9 juta/ekor.

Cara yang harus diambil pemerintah agar swasembada daging yang ditargetkan tahun 2014 berhasil dengan cara :
1.      Dengan penyediaan bakalan sapi
2.      Peningkatan produktivitas dan reproduktivitas ternak sapi lokal
3.      Pencegahan pemotongan sapi betina produktif,
4.      Penyediaan bibit sapi, dan pengaturan stok daging sapi dalam negeri.


Penutup

Inflasi adalah keadaan dimana terjadi kenaikan harga-harga barang yang ada di masyarakat dan berlangsung secara terus menerus. Kenaikan harga sapi yang tinggi hingga menembus harga Rp.105.000 per kg memicu terjadinya inflasi. Hal ini disebabkan pembatasan kuota impor, ketersediaan sapi lokal yang tidak bisa memenuhi kebutuhan konsumen yang kian meninggkat serta adanya kecurangan yang terjadi ditingkat pemasok yang sengaja menimbun daging sapi sehingga stok daging sapi berkurang.

 Pemerintah mencanangkan swasembada daging yang ditargetkan pada tahun 2014. Untuk mewujudkannya pemerintah menargetkan persentase impor daging sapi terus menyusut dari tahun ke tahun. Pada tahun 2009, impor daging di atas 50 persen dari kebutuhan nasional. Tahun 2012 lalu, impor daging sapi sebanyak 19 persen Tahun 2013 ini, target impor menjadi 15 persen.Target tahun 2014, importasi daging tinggal 10 persen. Namun tidak dibarengi dengan peningkatan kualitas dan kuantitas dari sapi lokal, ketersediaan sapi lokal yang tidak bisa memenuhi kebutuhan konsumen yang kian meninggkat memuktikan bahwa pemerintah belum berhail melakukan swasembada daging sapi.


Daftar pustaka


Tidak ada komentar:

Posting Komentar