Nama
: Desi Auliasari
Npm : 21212885
Kelas : 2EB20
Bab
I
A. Pengertian Hukum
Pengertian Hukum Menurut Para Ahli
1. Plato, dilukiskan dalam bukunya
Republik. Hukum adalah sistem peraturan-peraturan yang teratur dan tersusun
baik yang mengikat masyarakat.
2. Aristoteles, hukum hanya sebagai
kumpulan peraturan yang tidak hanya mengikat masyarakat tetapi juga hakim.
Undang-undang adalah sesuatu yang berbeda dari bentuk dan isi konstitusi;
karena kedudukan itulah undang-undang mengawasi hakim dalam melaksanakan jabatannya
dalam menghukum orang-orang yang bersalah.
3. Austin, hukum adalah sebagai
peraturan yang diadakan untuk memberi bimbingan kepada makhluk yang berakal
oleh makhluk yang berakal yang berkuasa atasnya (Friedmann, 1993: 149).
4. Mr. E.M. Mayers, hukum adalah semua
aturan yang mengandung pertimbangan kesusilaan ditinjau kepada tingkah laku
manusia dalam masyarakat dan yang menjadi pedoman penguasa-penguasa negara
dalam melakukan tugasnya.
Pengertian
Hukum secara umum :
Hukum
adalah suatu sistem yang dibuat manusia untuk membatasi tingkah laku manusia
agar tingkah laku manusia dapat terkontrol , hukum adalah aspek terpenting
dalam pelaksanaan atas rangkaian kekuasaan kelembagaan, Hukum
mempunyai tugas untuk menjamin adanya kepastian hukum dalam masyarakat. Oleh
karena itu setiap masyarat berhak untuk mendapat pembelaan didepan hukum
sehingga dapat di artikan bahwa hukum adalah peraturan atau ketentuan-ketentuan
tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur kehidupan masyarakat dan
menyediakan sangsi bagi pelanggarnya.
B. Tujuan Hukum dan Sumber – sumber
Hukum
1.
Tujuan Hukum :
Sama halnya dengan pengertian hukum, banyak teori
atau pendapat mengenai tujuan hukum. Berikut teori-teori dari para ahli :
a. Prof
Subekti, SH :
Hukum itu mengabdi pada tujuan negara yaitu mencapai kemakmuran dan kesejahteraan rakyatnya dengan cara menyelenggarakan keadilan. Keadilan itu menuntut bahwa dalam keadaan yang sama tiap orang mendapat bagian yang sama pula.
Hukum itu mengabdi pada tujuan negara yaitu mencapai kemakmuran dan kesejahteraan rakyatnya dengan cara menyelenggarakan keadilan. Keadilan itu menuntut bahwa dalam keadaan yang sama tiap orang mendapat bagian yang sama pula.
b. Prof. Mr. Dr. LJ. van Apeldoorn :
Tujuan hukum adalah mengatur hubungan antara sesama manusia secara damai. Hukum menghendaki perdamaian antara sesama. Dengan menimbang kepentingan yang bertentangan secara teliti dan seimbang.
Tujuan hukum adalah mengatur hubungan antara sesama manusia secara damai. Hukum menghendaki perdamaian antara sesama. Dengan menimbang kepentingan yang bertentangan secara teliti dan seimbang.
c.
Geny
Tujuan hukum semata-mata ialah untuk mencapai keadilan. Dan ia kepentingan daya guna dan kemanfaatan sebagai unsur dari keadilan.
Tujuan hukum semata-mata ialah untuk mencapai keadilan. Dan ia kepentingan daya guna dan kemanfaatan sebagai unsur dari keadilan.
Pada
umumnya hukum ditujukan untuk mendapatkan keadilan, menjamin adanya kepastian
hukum dalam masyarakat serta mendapatkan kemanfaatan atas dibentuknya hukum
tersebut. Selain itu, menjaga dan mencegah agar tiap orang tidak menjadi hakim
atas dirinya sendiri, namun tiap perkara harus diputuskan oleh hakim
berdasarkan dengan ketentuan yang sedang berlaku.
2. Sumber sumber hukum
Sumber-sumber
hukum adalah segala sesuatu yang dapat menimbulkan terbentuknya
peraturan-peraturan. Peraturan tersebut biasanya bersifat memaksa. Sumber hukum
dibagi menjadi dua, yaitu :
1.
Sumber hukum materiil: tempat dari mana
materi hukum di ambil, jadi merupakan faktor pembantu permbertukan hukum, dapat
di tinjau dari berbagai sudut.
2.
Sumber hukum formil ada 5 yaitu:
Ø Undang-Undang
ialah suatu peraturan yang mempunyai kekuatan hukum mengikat yang dipelihara oleh penguasa negara. Contohnya UU, PP, Perpu dan sebagainya.
ialah suatu peraturan yang mempunyai kekuatan hukum mengikat yang dipelihara oleh penguasa negara. Contohnya UU, PP, Perpu dan sebagainya.
Ø Kebiasaan
ialah perbuatan yang sama yang dilakukan terus-menerus sehingga menjadi hal yang yang selayaknya dilakukan. Contohnya adat-adat di daerah yang dilakukan turun temurun telah menjadi hukum di daerah tersebut.
ialah perbuatan yang sama yang dilakukan terus-menerus sehingga menjadi hal yang yang selayaknya dilakukan. Contohnya adat-adat di daerah yang dilakukan turun temurun telah menjadi hukum di daerah tersebut.
Ø Keputusan
Hakim (jurisprudensi)
ialah Keputusan hakim pada masa lampau pada suatu perkara yang sama sehingga dijadikan keputusan para hakim pada masa-masa selanjutnya. Hakim sendiri dapat membuat keputusan sendiri, bila perkara itu tidak diatur sama sekali di dalam UU
ialah Keputusan hakim pada masa lampau pada suatu perkara yang sama sehingga dijadikan keputusan para hakim pada masa-masa selanjutnya. Hakim sendiri dapat membuat keputusan sendiri, bila perkara itu tidak diatur sama sekali di dalam UU
Ø Traktat
ialah perjanjian yang dilakukan oleh dua negara ataupun lebih. Perjanjian ini mengikat antara negara yang terlibat dalam traktat ini. Otomatis traktat ini juga mengikat warganegara-warganegara dari negara yang bersangkutan.
ialah perjanjian yang dilakukan oleh dua negara ataupun lebih. Perjanjian ini mengikat antara negara yang terlibat dalam traktat ini. Otomatis traktat ini juga mengikat warganegara-warganegara dari negara yang bersangkutan.
Ø Pendapat
Para Ahli Hukum (doktrin)
Pendapat atau pandangan para ahli hukum yang mempunyai pengaruh juga dapat menimbulkan hukum. Dalam jurisprudensi, sering hakim menyebut pendapat para sarjana hukum. Pada hubungan internasional, pendapat para sarjana hukum sangatlah penting.
Pendapat atau pandangan para ahli hukum yang mempunyai pengaruh juga dapat menimbulkan hukum. Dalam jurisprudensi, sering hakim menyebut pendapat para sarjana hukum. Pada hubungan internasional, pendapat para sarjana hukum sangatlah penting.
C.
Kodifikasi
Hukum
Kodifikasi Hukum
Kodifikasi adalah pembukuan jenis-jenis hukum tertentu dalam kitab undang-undang secara sistematis dan lengkap.
Menurut bentuknya, hukum itu dapat dibedakan antara :
Kodifikasi adalah pembukuan jenis-jenis hukum tertentu dalam kitab undang-undang secara sistematis dan lengkap.
Menurut bentuknya, hukum itu dapat dibedakan antara :
1.
Hukum tertulis (Statute Law =
Written Law) yakni hukum yang dicantumkan dalam pelbagai
peraturan-perundangan.
- Hukum
Tidak Tertulis (unstatutery Law = Unwritten Law ) yaitu
hukum yang masih hidup dalam keyakinan masyarakat, tetapi tidak tertulis
namun berlakunya ditaati seperti suatu perundang-undangan (disebut juga
hukum kebiasaan).
Mengenai hukum tertulis, ada yang telah
dikodifikasikan, dan yang belum dikodifikasikan.
Jelas bahwa unsur-unsur kodifikasi ialah
a) Jenis-jenis hukum tertentu (misalnya hukum perdata)
b) Sistematis
c) Lengkap
Adapun tujuan kodifikasi daripada hukum tertulis adalah untuk memperoleh
Jelas bahwa unsur-unsur kodifikasi ialah
a) Jenis-jenis hukum tertentu (misalnya hukum perdata)
b) Sistematis
c) Lengkap
Adapun tujuan kodifikasi daripada hukum tertulis adalah untuk memperoleh
- Kepastian
hukum
- Penyerdehanaan
hukum
- Kesatuan
hukum
Contoh kodifikasi Hukum :
a. Di Eropa :
a. Di Eropa :
- Corpus
Iuris Civilis (mengenai Hukum Perdata) yang
diusahakan oleh kaisar Justianus dari kerajaan Romawi Timur dalam tahun
527 – 565.
- Code
Civil (mengenai Hukum Perdata) yang diusahakan
oleh Kaisar Napoleon di Perancis dalam tahun 1604.
b. Di Indonesia :
- Kitab
Undang-Undang Hukum Sipil (01 Mei 1848)
- Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang (01 Mei 1848)
- Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (01 Januari 1918)
- Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHP), 31 Desember 1981
D. Kaidah /Norma
Pengertian
norma atau kaidah norma adalah petunjuk hidup,yaitu petunjuk bagaimana kita
berbuat, bertingkah laku didalam masyarakat. dengan demikian norma atau kaidah
tersebut berisi perintah atau larangan,setiap orang hendaknya menaati norma
atau kaidah itu agar dapat hidup tenteram dan damai. Hukum merupakan
seperangkat norma atau kaidah, dan kaidah itu bermacam-macam, tetapi tetap
sebagai satu kesatuan. karena kaidah itu berisi perintah atau larangan maka
sudah selayaknya kaidah yang merupakan petunjuk hidup tersebut mempunyai sifat
yang memaksa yang merupakan ciri norma hukum.
Dalam sistem hukum Barat yang
berasal dari hukum Romawi itu, dikenal tiga norma atau kaidah yakni:
1. Impere (perintah)
2. Prohibere (larangan)
3. Permittere (yang dibolehkan).
1. Impere (perintah)
2. Prohibere (larangan)
3. Permittere (yang dibolehkan).
Dalam sistem hukum Islam ada lima macam kaidah atau
norma hukum yang dirangkum dalam istilah al-ahkam al-khamsah. Kelima kaidah itu
adalah
(1) Fard (kewajiban)
(2) sunnat (anjuran)
(3) ja’iz atau mubah ibahah (kebolehan )
(4) makruh (celaan)
(5) haram (larangan).
(1) Fard (kewajiban)
(2) sunnat (anjuran)
(3) ja’iz atau mubah ibahah (kebolehan )
(4) makruh (celaan)
(5) haram (larangan).
Menurut sifatnya kaidah
hukum terbagi 2, yaitu :
- Hukum
yang imperatif, maksudnya kaidah hukum itu
bersifat a priori harus ditaati, bersifat mengikat dan memaksa.
- hukum
yang fakultatif maksudnya ialah hukum itu tidak secara a priori
mengikat. Kaidah fakultatif bersifat sebagai pelengkap.
Ada 4 macam norma, yaitu :
- Norma
Agama adalah peraturan hidup yang berisi
pengertian-pengertian, perintah-perintah, larangan-larangan dan
anjuran-anjuran yang berasal dari Tuhan yang merupakan tuntunan hidup ke
arah atau jalan yang benar.
- Norma
Kesusilaan adalah peraturan hidup yang
dianggap sebagai suara hati. Peraturan ini berisi suara batin yang diakui
oleh sebagian orang sebagai pedoman dalam sikap dan perbuatannya.
- Norma
Kesopanan adalah peraturan hidup yang
muncul dari hubungan sosial antar individu. Tiap golongan masyarakat
tertentu dapat menetapkan peraturan tertentu mengenai kesopanan.
- Norma
Hukum adalah peraturan-peraturan hidup yang
diakui oleh negara dan harus dilaksanakan di tiap-tiap daerah dalam negara
tersebut. Dapat diartikan bahwa norma hukum ini mengikat tiap warganegara
dalam wilayah negara tersebut.
E. Pengertian Ekonomi dan Hukum
Ekonomi
Ekonomi
:
Ekonomi
adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam memilih dan menciptakan
kemakmuran. Inti masalah ekonomi adalah adanya ketidakseimbangan antara
kebutuhan manusia yang tidak terbatas dengan alat pemuas kebutuhan yang
jumlahnya terbatas. Permasalahan itu kemudian menyebabkan timbulnya kelangkaan.
Kata
"ekonomi" sendiri berasal dari kata Yunani (oikos) yang berarti
"keluarga, rumah tangga" dan (nomos), atau "peraturan, aturan,
hukum," dan secara garis besar diartikan sebagai "aturan rumah
tangga" atau "manajemen rumah tangga." Sementara yang dimaksud
dengan ahli ekonomi atau ekonom adalah orang menggunakan konsep ekonomi dan
data dalam bekerja.
Hukum
ekonomi
Hukum ekonomi adalah
suatu hubungan sebab akibat atau pertalian peristiwa ekonomi yang saling
berhubungan satu dengan yang lain dalam kehidupan ekonomi sehari-hari dalam
masyarakat.
Menurut Sunaryati
Hartono, hokum ekonomi adalah penjabaran hokum ekonomi pembangunan dan hokum
ekonomi social, sehingga hokum ekonomi tersebut mempunyai dua aspek yaitu :
1. Aspek pengaturan usaha-usaha pembangunan ekonomi
2. Aspek pengaturan usaha-usaha pembagian hasil
pembangunan ekonomi secara merata di antara
seluruh lapisan masyarakat.
Hukum ekonomi dapat dibedakan menjadi dua yaitu :
1. Hukum
ekonomi pembangunan, adalah yang meliputi pengaturan dan pemikiran hokum
mengenai cara-cara peningkatan dan pengembangan kehidupan ekonomi Indonesia
secara nasional.
2. Hukum
ekonomi social, adalah yang menyangkut pengaturan pemikiran hokum mengenai
cara-cara pembagian hasil pembangunan ekonomi nasional secara adil dan martabat
kemanusiaan (hak asasi manusia) manusia Indonesia.
Bab
II
A.
Subyek
Hukum
Pengertian Subyek Hukum
Subyek hukum adalah
setiap makhluk yang memiliki, memperoleh, dan menggunakan hak-hak kewajiban
dalam lalu lintas hukum.
Subyek hukum memilki wewenang yang di bagi menjadi 2
yaitu: :
o
Wewenang untuk mempunyai hak
o
Wewenang untuk melakukan perbuatan hukum
dan factor-faktor yang mempengaruhiya.
Subyek hukum terdiri dari dua jenis :
1.
Subyek
hukum MANUSIA
Manusia
sebagai subyek hukum telah mempunyai hak dan mampu menjalankan haknya dan
dijamin oleh hukum yang berlaku dalam hal itu menurut pasal 1 KUH Perdata
menyatakan bahwa menikmati hak kewarganegaraan tidak tergantung pada hak
kewarganegaraan.
Setiap
manusia sesuai dengan hukum dianggap cakap bertindak sebagai subyek hukum
kecuali dalam Undang-Undang dinyatakan tidak cakap seperti halnya dalam hukum
telah dibedakan dari segi perbuatan-perbuatan hukum adalah sebagai
berikut :
-
Cakap melakukan perbuatan hukum adalah orang dewasa menurut hukum (telah berusia
21 tahun dan berakal sehat).
-
Tidak cakap melakukan perbuatan hukum berdasarkan Pasal 1330 KUH perdata
tentang orang yang tidak cakap untuk membuat perjanjian, yaitu :
- Orang-orang
yang belum dewasa (belum mencapai usia 21 tahun).
- Orang
ditaruh dibawah pengampuan (curatele) yang terjadi
karena gangguan jiwa pemabuk atau pemboros.
- Kurang
cerdas.
- Sakit
ingatan.
- Orang
wanita dalam perkawinan yang berstatus sebagai istri.
- Badan
Hukum ( Rechts Person )
2. Subyek Hukum Badan Usaha
Adalah sustu perkumpulan atau lembaga yang dibuat oleh hukum dan mempunyai tujuan tertentu. Sebagai subjek hukum, badan usaha mempunyai syarat-syarat yang telah ditentukan oleh hukum yaitu :
1. Memiliki kekayaan yang terpisah dari kekayaan anggotanya
2. Hak dan Kewajiban badan hukum terpisah dari hak dan kewajiban para anggotanya.
Adalah sustu perkumpulan atau lembaga yang dibuat oleh hukum dan mempunyai tujuan tertentu. Sebagai subjek hukum, badan usaha mempunyai syarat-syarat yang telah ditentukan oleh hukum yaitu :
1. Memiliki kekayaan yang terpisah dari kekayaan anggotanya
2. Hak dan Kewajiban badan hukum terpisah dari hak dan kewajiban para anggotanya.
B. Obyek Hukum
Objek hukum adalah
segala sesuatu yang bermanfaat bagi subjek hukum dan dapat menjadi objek dalam
suatu hubungan hukum. Objek hukum berupa benda atau barang ataupun hak yang
dapat dimiliki dan bernilai ekonomis.
Jenis objek hukum yaitu berdasarkan pasal 503-504 KUH Perdata disebutkan bahwa benda dapat dibagi menjadi 2, yakni benda yang bersifat kebendaan (Materiekegoderen), dan benda yang bersifat tidak kebendaan (Immateriekegoderan). Berikut ini penjelasannya :
Jenis objek hukum yaitu berdasarkan pasal 503-504 KUH Perdata disebutkan bahwa benda dapat dibagi menjadi 2, yakni benda yang bersifat kebendaan (Materiekegoderen), dan benda yang bersifat tidak kebendaan (Immateriekegoderan). Berikut ini penjelasannya :
1. Benda bergerak / tidak tetap,
berupa benda yang dapat dihabiskan dan benda yang tidak dapat dihabiskan.
Dibedakan menjadi
sebagai berikut :
d. Benda
bergerak karena sifatnya, menurut pasal 509 KUH Perdata adalah benda yang dapat
dipindahkan, misalnya meja, kursi, dan yang dapat berpindah sendiri contohnya
ternak.
e. Benda
bergerak karena ketentuan undang-undang, menurut pasal 511 KUH Perdata adalah
hak-hak atas benda bergerak, misalnya hak memungut hasil (Uruchtgebruik)
atas benda-benda bergerak, hak pakai (Gebruik) atas benda bergerak, dan
saham-saham perseroan terbatas.
2. Benda tidak bergerak
dapat dibedakan menjadi sebagai berikut :
f. Benda tidak bergerak karena sifatnya, yakni tanah dan segala
sesuatu yang melekat diatasnya, misalnya pohon, tumbuh-tumbuhan, area, dan
patung.
g. Benda tidak bergerak karena tujuannya yakni mesin alat-alat yang
dipakai dalam pabrik. Mesin senebar benda bergerak, tetapi yang oleh pemakainya
dihubungkan atau dikaitkan pada bergerak yang merupakan benda pokok.
h. Benda tidak bergerak karena ketentuan undang-undang, ini berwujud
hak-hak atas benda-benda yang tidak bergerak misalnya hak memungut hasil atas
benda yang tidak dapat bergerak, hak pakai atas benda tidak bergerak dan
hipotik.
Membedakan benda bergerak dan tidak bergerak sangat
penting karena berhubungan dengan 4 hak yaitu : pemilikian, penyerahan,
kadaluarsa, dan pembebanan.
C.
Hak
kebendaan yang bersifat sebagai pelunasan hutang
Hukum benda adalah peraturan-peraturan yang mengatur
hak dan kewajiban manusia yanh bernilai uang. Hak kebendaan merupakan hak
mutlak.
1.
Jaminan yang bersifat umum
Merupakan jaminan yang diberikan bagi kepentingan
semua kerditur dan menyangkut semua harta benda milik debitur.
2.
Jaminan yang bersifat khusus
Merupakan jaminan yang diberikan dengan penunjukan
atas suatu barang tetentu secara khusus, sbg jaminan untuk melunasi utang
debitur yang hanya berlaku bagi kreditur tertentu saja.
- Hak
kebendaan yang memberikan jaminan :
a. Gadai
adalah suatu hak kebendaan atas benda-benda
bergerak, tidak untuk dipakai tetapi untuk dijadikan sbg jaminan hutang.
o Ada 2 pihak yang terlibat dalam
perjanjian gadai :
1. Pihak pemberi gadai
(debitur)
2. Pihak penerima
gadai (kreditur)
Jika benda jaminan hilang atau rusak akan diganti
125% dari nilai taksiaran, setelah dikurangi uang pinjaman dan sewa modal.
Apabila benda jaminan hilang rusak karena bencana alam, huru-hara perang,
pegadaian tidak bertanggung jawab.
b. Hipotik
Pengertian Hipotik menurut Pasal 1162 KUHPerdata :
”Suatu hak kebendaan atas barang tidak bergerak
milik debitur yang dipakai sebagai jaminan”
Jangka waktu berlakunya Hipotik Kapal Laut :
Tergantung pada perjanjian pokok atau perjanjin
kredit yang dibuat antara debitur dengan bank kreditur
Prosedur hipotik :
Pemohon mengajukan permohonan kepada pejabat
pendaftaran dan pejabat balik nama dengan mencantumkan nilai hipotik yang akan
dipasang.
c. Hak
Tanggungan
Adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas
tanah.
Para pihak dalam perjanjian pemberian hak tanggungan
:
• Pemberi hak tanggungan
• Penerima hak tanggungan
- Objek
Hak Tangunggan :
Menurut pasal 4 UU No.4 Tahun 1996 menegaskan bahwa
objek hak tanggungan:
• Hak atas tanah yang dapat dibebani dengan hak tanggungan adalah :
• Hak atas tanah yang dapat dibebani dengan hak tanggungan adalah :
Ø Hak milik
Ø Hak guna usaha
Ø Hak guna bangunan
• Hak pakai atas tanah negara yang menurut ketentuan
yang berlaku wajib didaftar dan menurut sifatnya dapat dipindahtangankan dapat
juga dibebani dengan hak tanggungan.
d. Fidusia
Menurut pasal 1 sub 1 UU Fidusia :
“adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas
dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya
dialihkan tsb tetap dalam penguasaan pemilik benda”
Biaya pendaftaran jaminan fidusia :
Biaya pendaftaran jaminan fidusia :
• Apabila nilai pinjaman <>
• Apabila nilai pinjaman Rp.50 juta-Rp100 juta maka
besar biaya Rp.100.000
• Apabila nilai pinjaman > Rp.100 juta-Rp.250
juta maka besar biaya Rp 200.000
• Apabila nilai pinjaman > Rp.500 juta maka besar
biaya Rp.500.000
• Apabila nilai pinjaman > Rp.10 milyar keatas,
maka besar biaya Rp.7.500.000
Bab
III
A.
Hukum
perdata yang berlaku di Indonesia
Hukum Perdata adalah ketentuan yang
mengatur hak-hak dan kepentingan antara individu-individu dalam masyarakat. Dalam tradisi hukum di daratan Eropa (civil law) dikenal
pembagian hukum menjadi dua yakni hukum publik dan hukum privat atau hukum perdata.
Dalam sistemAnglo Sakson (common law) tidak
dikenal pembagian semacam ini.
Salah
satu bidang hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang
dimiliki pada subyek hukum dan hubungan antara subyek hukum. Hukum perdatadisebut
pula hukum privat atau hukum sipil sebagai lawan
dari hukum publik. Jika hukum publik mengatur hal-hal yang berkaitan dengan negara serta kepentingan umum (misalnya politik dan pemilu (hukum tata negara), kegiatan
pemerintahan sehari-hari (hukum administrasi atau tata usaha negara),
kejahatan (hukum pidana), maka hukum perdata mengatur hubungan antara penduduk atau warga negara sehari-hari, seperti misalnya
kedewasaan seseorang, perkawinan, perceraian, kematian, pewarisan, harta benda,
kegiatan usaha dan tindakan-tindakan yang bersifat perdata lainnya.
Hukum perdata di
Indonesia didasarkan pada hukum perdata di Belanda,
khususnya hukum perdata Belanda pada masa penjajahan. Bahkan Kitab Undang-undang Hukum Perdata (dikenal KUHPer.) yang berlaku di Indonesia tidak lain adalah terjemahan yang
kurang tepat dari Burgerlijk
Wetboek (atau dikenal dengan
BW) yang berlaku di kerajaan Belanda dan diberlakukan di Indonesia (dan wilayah
jajahan Belanda) berdasarkan asas konkordansi.
Untuk Indonesia
yang saat itu masih bernama Hindia-Belanda, BW diberlakukan mulai 1859. Hukum
perdata Belanda sendiri disadur dari hukum perdata yang berlaku di Perancis dengan beberapa penyesuaian.
Kitab undang-undang
hukum perdata (disingkat KUHPer) terdiri dari empat bagian yaitu :
·
Buku
I tentang Orang; mengatur tentang hukum perseorangan dan hukum keluarga, yaitu
hukum yang mengatur status serta hak dan kewajiban yang dimiliki oleh subyek
hukum. Antara lain ketentuan mengenai timbulnya hak keperdataan seseorang,
kelahiran, kedewasaan, perkawinan, keluarga, perceraian dan
hilangnya hak keperdataan. Khusus untuk bagian perkawinan, sebagian
ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku dengan disahkannya UU
nomor 1 tahun 1974 tentang
perkawinan.
·
Buku
II tentang Kebendaan; mengatur tentang hukum benda, yaitu hukum yang mengatur
hak dan kewajiban yang dimiliki subyek hukum yang berkaitan dengan benda,
antara lain hak-hak kebendaan, waris dan penjaminan. Yang dimaksud dengan benda
meliputi (i) benda berwujud yang tidak bergerak (misalnya tanah, bangunan dan kapal dengan berat tertentu); (ii)
benda berwujud yang bergerak, yaitu benda berwujud lainnya selain yang dianggap
sebagai benda berwujud tidak bergerak; dan (iii) benda tidak berwujud (misalnya
hak tagih atau piutang). Khusus untuk bagian tanah, sebagian
ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU
nomor 5 tahun 1960 tentang agraria. Begitu pula bagian mengenai penjaminan
dengan hipotik, telah
dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU tentang hak tanggungan.
·
Buku
III tentang Perikatan; mengatur tentang hukum perikatan (atau kadang disebut
juga perjanjian (walaupun istilah ini sesunguhnya mempunyai makna yang
berbeda), yaitu hukum yang mengatur tentang hak dan kewajiban antara subyek
hukum di bidang perikatan, antara lain tentang jenis-jenis perikatan (yang
terdiri dari perikatan yang timbul dari (ditetapkan) undang-undangdan perikatan
yang timbul dari adanya perjanjian), syarat-syarat dan tata cara pembuatan
suatu perjanjian. Khusus untuk bidang perdagangan, Kitab undang-undang hukum dagang (KUHD) juga
dipakai sebagai acuan. Isi KUHD berkaitan erat dengan KUHPer, khususnya Buku
III. Bisa dikatakan KUHD adalah bagian khusus dari KUHPer.
·
Buku
IV tentang Daluarsa dan Pembuktian; mengatur hak dan kewajiban subyek hukum
(khususnya batas atau tenggat waktu) dalam mempergunakan hak-haknya dalam hukum
perdata dan hal-hal yang berkaitan dengan pembuktian.
Sistematika yang
ada pada KUHP tetap dipakai sebagai acuan oleh para ahli hukum dan masih
diajarkan pada fakultas-fakultas hukum di Indonesia.
B.
Sejarah
singkat hukum perdata
Hukum
perdata Belanda berasal dari hukum perdata Perancis yaitu yang disusun
berdasarkan hukum Romawi 'Corpus Juris Civilis'yang pada waktu itu dianggap
sebagai hukum yang paling sempurna. Hukum Privat yang berlaku di Perancis
dimuat dalam dua kodifikasi yang disebut (hukum perdata) dan Code de
Commerce (hukum dagang).
Sewaktu Perancis menguasai Belanda (1806-1813),
kedua kodifikasi itu diberlakukan di negeri Belanda yang masih dipergunakan
terus hingga 24 tahun sesudah kemerdekaan Belanda dari Perancis (1813)
Pada
Tahun 1814 Belanda mulai menyusun Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Sipil)
atau KUHS Negeri Belanda, berdasarkan kodifikasi hukum Belanda yang dibuat oleh
MR.J.M. KEMPER disebut ONTWERP KEMPER namun sayangnya KEMPER meninggal
dunia 1824sebelum
menyelesaikan tugasnya dan dilanjutkan oleh NICOLAI yang menjabat sebagai Ketua
Pengadilan Tinggi Belgia. Keinginan Belanda tersebut terealisasi pada tanggal 6
Juli 1880 dengan pembentukan dua kodifikasi yang baru diberlakukan pada tanggal
1 Oktober 1838 oleh karena telah terjadi pemberontakan di Belgia yaitu :
BW : Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata-Belanda
WvK : Kitab Undang-Undang Hukum
Dagang
Kodifikasi ini menurut Prof Mr J, Van Kan BW adalah
merupakan terjemahan dari Code Civil hasil jiplakan yang disalin dari bahasa
Perancis ke dalam bahasa nasional Belanda
Sistematika Hukum Perdata dibagi menjadi beberapa
bagian, dalam beberapa bagian Buku, yaitu:
- Buku
1, Tentang Orang
- Buku
2, Tentang Benda
- Buku
3, tentang Perikatan
- Buku
4, Tentang Pembuktian dan Kadaluwarsa.
Menurut beberapa ahli hukum sistimatika ini salah,
karena masih banyak
kelemahan didalamnya. Kelemahan sistimatika hukum
perdata ini adalah ;
- Pada Buku 2, ternyata mengatur
(juga) tentang hukum waris. Menurut penyusun KUHPer, hukum waris
dimasukkan KUHPer karena waris merupakan cara memperoleh hak milik. Ini
menimbulkan Tindakan Kepemilikan : Segala tindakan atas sesuatu karena
adanya hak milik (Menggunakan, Membuang, Menjual, Menyimpan, Sewakan,
dll).
- Pada Buku 4, tentang Pembuktian dan
Daluwarsa, KUHPer (juga) mengatur tentang Hukum Formil. Mestinya KUHPer
merupakan Hukum Materiil, sedangkan Hk. Formil nya adalah Hukum Acara
Perdata.
C.
Pengertian
dan keadaan hukum di Indonesia
Hukum adalah sejumlah rumusan pengetahuan yang ditetapkan untuk
mengatur lalulintas perilaku manusia dapat berjalan lancar, tidak saling tubruk
dan berkeadilan. Sebagaimana lazimnya pengetahuan, hukum tidak lahuir di ruang
hampa. Ia lahir berpijak pada arus komunikasi manusia untuk mengantisipasi
ataupun menjadi solusi atas terjadinya kemampatan yang disebabkan okleh
potensi-potensi negatif yang ada pada manusia. Dari sini menjadi jelas bahwa
hukum dibuat untuk tidak dilaksanakan, tapi untuk dipahami.
Sebenarnya hukum itu untuk ditaati. Bagaimanapun juga, tujuan penetapan
hukum adalah untuk menciptakan keadilan. Oleh karena itu, hukum harus ditaati
walaupun jelek dan tidak adil. Hukum bisa saja salah, tetapi sepanjang masih
berlaku, hukum itu seharusnya diperhatikan dan dipatuhi. Kita tidak bisa
membuat hukum ‘yang dianggap tidak adil’. Itu menjadi lebih baik dengan merusak
hukum itu. Semua pelanggaran terhadap hukum itu menjatuhkan penghoramatan pada
hukum dan aturan itu sendiri. Pelanggaran terhadap hukum merupakan
pengkhianatan terhadap negara. Jika hukum itu tidak adil, hukum bisa dicabut.
Sudah menjadi tugas warga negara adalah menghormati hukum negara.
Keadaan hukum di indonesia :
Semenjak
Indonesia merdeka hingga saat ini, sistem hukum di Indonesia mengalami banyak
perubahan. Perubahan ini sangat erat kaitannya dengan perubahan sistem politik
yang terjadi. Pada masa orde lama, Indonesia menganut sistem politik demokrasi
liberal. Demokrasi liberal adalah sistem politik yang melindungi secara
konstitusional hak-hak individu dari kekuasaan pemerintah. Dalam demokrasi
liberal, keputusan mayoritas haruslah tidak melanggar hak-hak individu seperti
yang tercantum dalam konstitusi. Demokrasi yang dianut pada masa itu adalah
demokrasi terpimpin yang cenderung otoriter. Akibatnya, sistem hukum yang
dianutpun cenderung hukum yang konservatif, yakni suatu sistem hukum yang
memberikan kekuasaan yang cukup besar kepada pemimpin dalam membuat
produk-produk hukum. Setelah kekuasaan orde lama berakhir, munculah sebuah
dinasti baru dalam sejarah perjalanan bangsa Indonesia yang disebut orde baru.
Dinasti baru lahir dengan semangat untuk melaksanakan Pancasila dan UUD
1945 secara murni. Namun sekali lagi, orde baru melaksanakan kepemimpinan
secara otoriter. Sehingga sistem hukum pada masa itu tidak jauh berbeda dengan
orde sebelumnya. Pada tahun 1998, Indonesia memasuki era baru setelah mundurnya
Presiden Soeharto dari tampuk kekuasaan. Era Reformasi, begitulah orang
Indonesia menyebutnya. Bangsa indonesia memandang bahwa era reformasi ini
merupakan saat yang tepat untuk membenahi tatanan kehidupan bangsa. Pembenahan
hukum adalah agenda penting dalam era ini. Langkah awal yang dilakukan adalah
melakukan amandemen terhadap UUD 45 karena UUD 45 merupakan hukum dasar yang
menjadi acuan bernegara dalam segala bidang. Setelah itu, dilakukanlah
pembenahan dalam pembuatan perundang-undangan, baik yang mengatur bidang baru
maupun penyesuaian peraturan lama dengan tujuan reformasi.
Dewasa ini,
kita hidup sebagai bagian dari era reformasi. Pada era ini, sudah berkali-kali
terjadi perubahan tampuk kekuasaan. Mulai dari Prof. BJ Habibie yang seorang
ilmuwan hingga pemimpin saat ini, SBY, yang merupakan seorang yang berasal dari
kalangan militer. Namun bisa dikatakan bahwa mereka semua belum mampu untuk
menciptakan sebuah kondisi hukum yang benar-benar adil.
Saat ini, kita masih
seringkali mendengar kabar tentang bagaimana seorang rakyat kecil “dijauhkan”
dari keadilan hukum yang seharusnya mereka dapatkan. Prita misalnya, seorang
terpidana kasus dugaan pencemaran nama baik Rs. Omni Internasional. Ada
kejanggalan dalam putusan kasasi Mahkamah Agung dalam kasus ini. Dimana adanya
pertentangan antara putusan kasasi pidana dan perdata Prita. Dalam putusan
perdata, Prita dinyatakan tidak terbukti melakukan pencemaran nama baik dan
dibebaskan dari membayar denda kepada Rs. Omni Internasional. Sementara dalam
putusan pidana, Prita justru terbukti bersalah dan divonis enam bulan penjara
dengan masa percobaan satu tahun.
Contoh
kasus lainnya adalah yang terjadi baru-baru ini. Pengadilan Negeri Denpasar
melakukan eksekusi terhadap sebuah villa milik warga India bernama Kishore
Kumar. Kasus ini berawal tahun 2008 saat Rita Prindhanni, istri Kishore,
menjaminkan tanah seluas 1.520 meter persegi dan bangunan miliknya The Cozy
Villa atas fasiitas kredit senilai Rp. 10,5 miliar dari Bank Swadesi dengan
debitur atas nama PT. Ratu Kharisma. Namun beberapa waktu terakhir Rita tidak
mampu memenuhi kewajibannya. Kemudian tanpa melalui prosedur dan
ketentuan BI, Bank Swadesi langsung memvonis pailit pihak peminjam serta
mengeksekusi lahan dan bangunan tersebut.
Contoh
tersebut hanyalah sebagian kecil dari banyaknya ketidakadilan yang terjadi
dalam pelaksanaan hukum di Indonesia. Ketidakadilan tersebut bukan hanya
diakibatkan oleh sistem hukum yang kurang baik tetapi juga diakibatkan oleh
mentalitas penegak hukum yang lemah. Para penegak hukum seringkali dengan
mudahnya tergoda dengan iming-iming jabatan serta jabatan, Jaksa Cyrus Sinaga
misalnya yang menjadi terdakwa atas dugaan melakukan manipulasi terhadap kasus
mantan pemimpin KPK, Antasari Azhar.
Jadi bisa
dikatakan bahwa kondisi hukum di Indonesia saat ini masih belum berpihak pada
keadilan yang hakiki. terbukti dengan adanya perkara-perkara yang vonisnya jauh
dari kebenaran.
Pemerintah
Indonesia telah mengembangkan Strategi Nasional Akses terhadap Keadilan
(Stranas). Strategi ini mencoba menguji betapa persoalan-persoalan yang
berhubungan dengan negara hukum (rule of law) memiliki keterkaitan dengan
kemiskinan. Stranas meyoroti sebuah pendekatan yang memperkuat masyarakat
miskin untuk menyadari hak-hak dasar mereka, baik melalui mekanisme formal
maupun informal, sebagai sebuah cara untuk mengentaskan kemiskinan. Stranas
juga menekankan bahwa reformasi penegakan hukum membutuhkan tidak hanya solusi
teknis hukum semata, namun juga pendekatan sosio-politik. Saat ini, beberapa
rekomendasi pokok dari Stranas sedang disatukan dalam Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional (2010-2014).
Stranas
memiliki rencana aksi yang mencakup delapan area kunci:
1.
Sektor Reformasi Yudisial dan Hukum
2.
Pemberian Bantuan Hukum
3.
Tata Pemerintahan Lokal
4.
Tanah dan Sumber Daya Alam
5.
Isu Gender
6.
Hak-Hak Anak
7.
Reformasi Perburuhan, dan
8.
Pemberdayaan Masyarakat Miskin dan yang Termarjinalkan
D.
Sitematika hukum perdata di Indonesia
Menurut ilmu pengetahuan hukum, hukum perdata terbagi ke dalam 4 kelompok
yaitu:
1.
Hukum
perorangan (Personenrecht)
Beberapa ahli hukum menyebutnya dengan istilah hukum pribadi. Hukum
perorangan adalah semua kaidah hukum yang mengatur mengenai siapa saja yang
dapat membawa hak dan kedudukannya dalam hukum. Hukum perorangan terdiri dari:
·
Peraturan-peraturan
tentang manusia sebagai subjek hukum, kewenangan hukum, domestik dan catatan
sipil.
·
Peraturan-peraturan
tentang kecakapan untuk memiliki hak-hak dan untuk bertindak sendiri
melaksanakan hak-haknya itu.
·
Hal-hal
yang mempengaruhi kecakapan-kecakapan tersebut.
2.
Hukum
Keluarga (Familierecht)
Merupakan semua kaidah hukum yang mengatur hubungan abadi antara dua
orang yang berlainan jenis kelamin dan akibatnya hukum keluarga sendiri dari:
·
Perkawinan
beserta hubungan dalam hukum harta kekayaan antara suami/istri.
·
Hubungan
antara orang tua dan anak-anaknya.
·
Perwalian.
·
Pengampuan.
Hukum harta kekayaan (Vermogensrecht)
Hukum harta kekayaan adalah semua kaidah hukum yang mengatur hak-hak yang
didapatkan pada orang dalam hubungannya dengan orang lain yang mempunyai uang.
Hukum harta kekayaan terdiri dar:
·
Hak
mutlak, adalah hak-hak yang berlaku pada semua orang.
·
Hak
perorangan, adalah hak-hak yang hanya berlaku pada pihak tertentu.
3.
Hukum
Waris
Hukum waris merupakan hukum yang mengatur mengenai benda dan kekayaan
seseorang jika ia meninggal dunia.
Meskipun demikian, Burgerlijk wetboek atau kitab undang-undanag hukum
perdata yang merupakan sumber hukum perdata utama di Indonesia memiliki
sistematik yang berbeda. Burgerlijk wetboek terdiri dari 4 buku, yaitu:
1. Buku I, tentang Orang(van
persoonen); mengatur tentang hukum perseorangan dan hukum keluarga, yaitu
hukum yang mengatur status serta hak dan kewajiban yang dimiliki oleh subyek
hukum. Antara lain ketentuan mengenai timbulnya hak keperdataan seseorang,
kelahiran, kedewasaan, perkawinan, keluarga, perceraian dan hilangnya hak
keperdataan. Khusus untuk bagian perkawinan, sebagian ketentuan-ketentuannya telah
dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU nomor 1 tahun 1974 tentang
perkawinan.
2. Buku II, tentang Kebendaan(van
zaken);mengatur tentang hukum benda, yaitu hukum yang mengatur hak dan
kewajiban yang dimiliki subyek hukum yang berkaitan dengan benda, antara lain
hak-hak kebendaan, waris dan penjaminan. Yang dimaksud dengan benda meliputi
(i) benda berwujud yang tidak bergerak (misalnya tanah, bangunan dan kapal
dengan berat tertentu); (ii) benda berwujud yang bergerak, yaitu benda berwujud
lainnya selain yang dianggap sebagai benda berwujud tidak bergerak; dan (iii)
benda tidak berwujud (misalnya hak tagih atau piutang). Khusus untuk bagian
tanah, sebagian ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku dengan di
undangkannya UU nomor 5 tahun 1960 tentang agraria. Begitu pula bagian mengenai
penjaminan dengan hipotik, telah dinyatakan tidak berlaku dengan di
undangkannya UU tentang hak tanggungan.
3. Buku III, tentang Perikatan(van
verbintennisen);mengatur tentang hukum perikatan (atau kadang disebut juga
perjanjian (walaupun istilah ini sesunguhnya mempunyai makna yang berbeda),
yaitu hukum yang mengatur tentang hak dan kewajiban antara subyek hukum di
bidang perikatan, antara lain tentang jenis-jenis perikatan (yang terdiri dari
perikatan yang timbul dari (ditetapkan) undang-undang dan perikatan yang timbul
dari adanya perjanjian), syarat-syarat dan tata cara pembuatan suatu
perjanjian. Khusus untuk bidang perdagangan, Kitab undang-undang hukum dagang
(KUHD) juga dipakai sebagai acuan. Isi KUHD berkaitan erat dengan KUHPer,
khususnya Buku III. Bisa dikatakan KUHD adalah bagian khusus dari KUHPer.
4. Buku IV, tentang Daluarsa dan Pembuktian(van
bewijs en verjaring); mengatur hak dan kewajiban subyek hukum (khususnya
batas atau tenggat waktu) dalam mempergunakan hak-haknya dalam hukum perdata
dan hal-hal yang berkaitan dengan pembuktian.
Sumber
:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar