Kelas : 2EB20
NPM : 21212885
HUKUM
PERIKATAN
1.
Definisi
Hukum Perikatan
Perikatan
dalam bahasa Belanda disebut “verbintenis”. Istilah perikatan ini lebih umum
dipakai dalam literatur hukum di Indonesia. perikatan adalah suatu
hubungan hukum dalam lapangan harta kekayaan antara dua orang atau lebih di
mana pihak yang satu berhak atas sesuatu dan pihak lain berkewajiban atas
sesuatu. Hubungan hukum dalam harta kekayaan ini merupakan suatu akibat hukum,
akibat hukum dari suatu perjanjian atau peristiwa hukum lain yang menimbulkan
perikatan. Dari rumusan ini dapat diketahui bahwa perikatan itu terdapat dalam
bidang hukum harta kekayaan (law of property), juga terdapat dalam bidang hukum
keluarga (family law), dalam bidang hukum waris (law of succession) serta dalam
bidang hukum pribadi (personal law).
Di
dalam hukum perikatan, terdapat sistem yang terbuka, dan yang dimaksud dengan
sistem terbuka adalah setiap orang dapat mengadakan perikatan yang bersumber
pada perjanjian, perjanjian apapun dan bagaimanapun, baik itu yang diatur
dengan undang-undang atau tidak,inilah yang disebut dengan kebebasan
berkontrak, dengan syarat kebebasan berkontrak harus halal, dan tidak melanggar
hukum, sebagaimana yang telah diatur dalam Undang-undang
Di
dalam perikatan ada perikatan untuk berbuat sesuatu dan untuk tidak berbuat
sesuatu.
Yang dimaksud dengan perikatan untuk berbuat sesuatu adalah melakukan perbuatan yang sifatnya positif, halal, tidak melanggar undang-undang dan sesuai dengan perjanjian. Sedangkan perikatan untuk tidak berbuat sesuatu yaitu untuk tidak melakukan perbuatan tertentu yang telah disepakati dalam perjanjian. Contohnya; perjanjian untuk tidak mendirikan bangunan yang sangat tinggi sehingga menutupi sinar matahari
Yang dimaksud dengan perikatan untuk berbuat sesuatu adalah melakukan perbuatan yang sifatnya positif, halal, tidak melanggar undang-undang dan sesuai dengan perjanjian. Sedangkan perikatan untuk tidak berbuat sesuatu yaitu untuk tidak melakukan perbuatan tertentu yang telah disepakati dalam perjanjian. Contohnya; perjanjian untuk tidak mendirikan bangunan yang sangat tinggi sehingga menutupi sinar matahari
2. Dasar Hukum Perikatan
Sumber-sumber
hukum perikatan yang ada di Indonesia adalah perjanjian dan undang-undang, dan
sumber dari undang-undang dapat dibagi lagi menjadi undang-undang melulu dan
undang-undang dan perbuatan manusia. Sumber undang-undang dan perbuatan manusia
dibagi lagi menjadi perbuatan yang menurut hukum dan perbuatan yang melawan
hukum.
Dasar hukum perikatan berdasarkan KUH Perdata terdapat tiga sumber adalah sebagai berikut :
Dasar hukum perikatan berdasarkan KUH Perdata terdapat tiga sumber adalah sebagai berikut :
1. Perikatan yang timbul dari persetujuan (
perjanjian )
2. Perikatan yang timbul dari undang-undang
3. Perikatan terjadi bukan perjanjian, tetapi terjadi karena perbuatan melanggar hukum ( onrechtmatige daad ) dan perwakilan sukarela ( zaakwaarneming )
2. Perikatan yang timbul dari undang-undang
3. Perikatan terjadi bukan perjanjian, tetapi terjadi karena perbuatan melanggar hukum ( onrechtmatige daad ) dan perwakilan sukarela ( zaakwaarneming )
Sumber perikatan berdasarkan undang-undang :
1. Perikatan
( Pasal 1233 KUH Perdata ) : Perikatan, lahir karena suatu persetujuan atau
karena undang-undang. Perikatan ditujukan untuk memberikan sesuatu, untuk
berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu.
2. Persetujuan
( Pasal 1313 KUH Perdata ) : Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dimana
satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih
3. Undang-undang
( Pasal 1352 KUH Perdata ) : Perikatan yang lahir karena undang-undang timbul
dari undang-undang atau dari undang-undang sebagai akibat perbuatan orang.
3.
Azaz-azaz
dalam Hukum Perikatan
Asas-asas dalam hukum perikatan diatur dalam Buku
III KUH Perdata, yakni menganut azas kebebasan berkontrak dan azas
konsensualisme.
·
Asas Kebebasan Berkontrak Asas kebebasan
berkontrak terlihat di dalam Pasal 1338 KUHP Perdata yang menyebutkan bahwa
segala sesuatu perjanjian yang dibuat adalah sah bagi para pihak yang
membuatnya dan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
·
Asas konsensualisme Asas konsensualisme,
artinya bahwa perjanjian itu lahir pada saat tercapainya kata sepakat antara
para pihak mengenai hal-hal yang pokok dan tidak memerlukan sesuatu formalitas.
Dengan demikian, azas konsensualisme lazim disimpulkan dalam Pasal 1320 KUHP
Perdata.
Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat
syarat yaitu :
1. Kata
Sepakat antara Para Pihak yang Mengikatkan Diri Kata sepakat antara para pihak
yang mengikatkan diri, yakni para pihak yang mengadakan perjanjian harus saling
setuju dan seia sekata dalam hal yang pokok dari perjanjian yang akan diadakan
tersebut.
2. Cakap
untuk Membuat Suatu Perjanjian Cakap untuk membuat suatu perjanjian, artinya
bahwa para pihak harus cakap menurut hukum, yaitu telah dewasa (berusia 21
tahun) dan tidak di bawah pengampuan.
3. Mengenai
Suatu Hal Tertentu Mengenai suatu hal tertentu, artinya apa yang akan
diperjanjikan harus jelas dan terinci (jenis, jumlah, dan harga) atau
keterangan terhadap objek, diketahui hak dan kewajiban tiap-tiap pihak,
sehingga tidak akan terjadi suatu perselisihan antara para pihak.
4. Suatu
sebab yang Halal Suatu sebab yang halal, artinya isi perjanjian itu harus
mempunyai tujuan (causa) yang diperbolehkan oleh undang-undang, kesusilaan,
atau ketertiban umum.
4.
Wanprestasi
dan Akibat akibatnya
Definisi
Wanprestasi
Perkataan
“wanprestasi” berasal dari bahasa Belanda, yang berarti prestasi sangat buruk.
Apabila seseorang berhutang tidak memenuhi kewajibannya, menurut bahasa hukum
ia melakukan “wanprestasi” yang menyebabkan ia dapat digugat di depan hakim.
Apabila siberhutang (debitur) tidak melakukan apa yang dijanjikan akan
dilakukannya, maka ditawarkan bahwa ia melakukan “wanprestasi”. Ia adalah
“alpa” atau “lalai” atau “bercidra-janji”. Atau ia juga “melanggar perjanjian”,
yaitu apabila ia melakukan atau berbuat sesuatu yang tidak boleh dilakukannya.
Wanprestasi seseorang dapat berupa empat macam :
a. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan melakukannya.
b. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan.
c. Melakukan apa yang dijanjikannya tetapi terlambat.
d. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.
a. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan melakukannya.
b. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan.
c. Melakukan apa yang dijanjikannya tetapi terlambat.
d. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.
Akibat adanya Wanprestasi
Ada empat akibat adanya
wanprestasi, yaitu sebagai berikut.
1.
Perikatan
tetap ada.
2.
Debitur harus
membayar ganti rugi kepada kreditur (Pasal 1243 KUH Perdata).
3.
Beban resiko
beralih untuk kerugian debitur, jika halangan itu timbul setelah debitur
wanprestasi, kecuali bila ada kesenjangan atau kesalahan besar dari pihak
kreditur. Oleh karena itu, debitur tidak dibenarkan untuk berpegang pada
keadaan memaksa.
4.
Jika perikatan
lahir dari perjanjian timbal balik, kreditur dapat membebaskan diri dari
kewajibannya memberikan kontra prestasi dengan menggunakan pasal 1266 KUH
Perdata.
Akibat wanprestasi yang dilakukan debitur, dapat menimbulkan kerugian
bagi kreditur, sanksi atau akibat-akibat hukum bagi debitur yang wanprestasi
ada 4 macam, yaitu:
1.
Debitur
diharuskan membayar ganti-kerugian yang diderita oleh kreditur (pasal 1243 KUH
Perdata).
2.
Pembatalan
perjanjian disertai dengan pembayaran ganti-kerugian (pasal 1267 KUH Perdata).
3.
Peralihan
risiko kepada debitur sejak saat terjadinya wanprestasi (pasal 1237 ayat 2 KUH
Perdata).
4.
Pembayaran
biaya perkara apabila diperkarakan di muka hakim (pasal 181 ayat 1 HIR).
5.
Hapusnya Perikatan
Perikatan itu bisa hapus
jika memenuhi kriteria-kriteria sesuai dengan Pasal 1381 KUH Perdata. Ada 10
(sepuluh) cara penghapusan suatu perikatan adalah sebagai berikut :
1. Pembayaran
Nama”pembayaran” dimaksudkan setiap pemenuhan
perjanjian secara suka rela. Dalam arti yang sangat luas ini, tidak saja pihak
pembeli membayar uang harga pembelian, tetapi pihak penjual pun dikatakan
“membayar” jika ia menyerahkan atau “melever” barang yang dijualnya. Yang wajib
membayar suatu utang bukan saja si berhutang (debitur) tetapi juga seorang
kawan berhutang dan seorang penanggung hutang (“borg”). Menurut pasal 1322
Kitab Undang-undang Hukum Perdata bahwa suatu perikatan dapat dipenuhi juga
oleh seorang pihak ketiga yang tidak mempunyai kepentingan asal saja orang
pihak ketiga bertindak atas nama dan untuk melunasi hutangnya si berhutang,
atau jika ia bertindak atas namanya sendiri asal ia tidak menggantikan hak-hak
si berpiutang.
2. Penawaran pembayaran tunai diikuti
penyimpangan atau penitipan
Ini adalah suatu cara pembayaran yang harus dilakukan
apabila si berpiutang (kreditur) menolak pembayaran. Caranya sebagai berikut:
barang atau uang yang akan dibayarkan itu ditawarkan secara resmi oleh seorang
notaris atau seorang juru sita pengadilan. Notaris atau juru sita membuat suatu
perincian dari barang-barang atau uang yang akan dibayarkan itu dan pergilah ia
ke rumah atau tempat tinggal kreditur, kepada siapa ia memberitahukan bahwa ia
atas perintah debitur datang untuk membayar hutangnya debitur tersebut,
pembayaran mana akan dilakukan dengan menyerahkan (membayarkan) barang atau
uang yang telah diperinci itu. Notaries atau juru sita tadi sudah menyediakan
suatu proses verbal.Apabila
kreditur suka menerima barang atau uang yang ditawarkan itu, maka selesailah
perkara pembayaran itu. Apabila kreditur menolak yang biasanya memang sudah
dapat diduga maka notaries atau juru sita akan mempersilahkan kreditur itu
menandatangani proses verbal tersebut dan jika kreditur tidak suka menaruh
tanda tangannya maka hal itu akan dicatat oleh notaries atau juru sita di atas
surat proses verbal tersebut.
3. Pembaruan hutang (inovatie)
Novasi adalah suatu persetujuan yang menyebabkan
hapusnya sutau perikatan dan pada saat yang bersamaan timbul perikatan lainnya
yang ditempatkan sebagai pengganti perikatan semula.
Ada tiga macam novasi yaitu :
1) Novasi obyektif, dimana perikatan yang telah ada
diganti dengan perikatan lain.
2) Novasi subyektif pasif, dimana debiturnya diganti
oleh debitur lain.
4. Perjumapaan utang (kompensasi)
Kompensasi adalah salah satu cara hapusnya perikatan,
yang disebabkan oleh keadaan, dimana dua orang masing-masing merupakan debitur
satu dengan yang lainnya. Kompensasi terjadi apabila dua orang saling berutang
satu pada yang lain dengan mana utang-utang antara kedua orang tersebut
dihapuskan, oleh undang-undang ditentukan bahwa diantara kedua mereka itu telah
terjadi, suatu perhitungan menghapuskan perikatannya (pasal 1425 KUH Perdata).
5. Pembebasan hutang
pembebasan utang adalah perbuatan hukum dimana dengan
itu kreditur melepaskan haknya untuk menagih piutangnya dari debitur. Menurut
pasal 1439 KUH Perdata maka pembebasan utang itu tidak boleh dipersangkakan
tetapi harus dibuktikan. Misalnya pengembalian surat piutang asli secara
sukarela oleh kreditur merupakan bukti tentang pembebasan utangnya.
6. Musnahnya barang yang terutang
Apabila benda yang menjadi obyek dari suatu perikatan
musnah tidak dapat lagi diperdagangkan atau hilang, maka berarti telah terjadi
suatu ”keadaan memaksa”at au force majeur, sehingga undang-undang perlu
mengadakan pengaturan tentang akibat-akibat dari perikatan tersebut. Menurut
Pasal 1444 KUH Perdata, maka untuk perikatan sepihak dalam keadaan yang
demikian itu hapuslah perikatannya asal barang itu musnah atau hilang diluar
salahnya debitur, dan sebelum ia lalai menyerahkannya. Ketentuan ini berpokok
pangkal pada Pasal 1237 KUH Perdata menyatakan bahwa dalam hal adanya perikatan
untuk memberikan suatu kebendaan tertentu kebendaan itu semenjak perikatan
dilakukan adalah atas tenggungan kreditur. Kalau kreditur lalai akan
menyerahkannya maka semenjak kelalaian-kebendaan adalah tanggungan debitur.
7. Kebatalan dan pembatalan
perikatan-perikatan
Bidang kebatalan ini dapat dibagi dalam dua hal pokok,
yaitu : batal demi hukum dan dapat dibatalkan. Disebut batal demi hukum karena
kebatalannya terjadi berdasarkan undang-undang. Misalnya persetujuan dengan
causa tidak halal atau persetujuan jual beli atau hibah antara suami istri
adalh batal demi hukum. Batal demi hukum berakibat bahwa perbuatan hukum yang
bersangkutan oleh hukum dianggap tidak pernah terjadi. Sedangkan perbuatan
hukum dapat dibatalkan, jika undang-undang ingin melindungi seseorang terhadap
dirinya sendiri.
8. Syarat yang membatalkan
Yang dimaksud dengan syarat di sini adalah ketentun
isi perjanjian yang disetujui oleh kedua belah pihak, syarat mana jika dipenuhi
mengakibatkan perikatan itu batal, sehingga perikatan menjadi hapus. Syarat ini
disebut ”syarat batal”. Syarat batal pada asasnya selalu berlaku surut, yaitu
sejak perikatan itu dilahirkan. Perikatan yang batal dipulihkan dalam keadaan
semula seolah-olah tidak pernah terjadi perikatan. Lain halnya dengan syarat
batal yang dimaksudkan sebagai ketentuan isi perikatan, di sini justru
dipenuhinya syarat batal itu, perjanjian menjadi batal dalam arti berakhir atau
berhenti atau hapus. Tetapi akibatnya tidak sama dengan syarat batal yang
bersifat obyektif. Dipenuhinya syarat batal, perikatan menjadi batal, dan
pemulihan tidak berlaku surut, melainkan hanya terbatas pada sejak dipenuhinya
syarat itu.
9. Batal/Pembatalan
Perjanjian-perjanjian yang kekurangan syarat
objektifnya (sepakat atau kecakapan) dapat dimintakan pembatalan oleh orang tua
atau wali dari pihak yang tidak cakap itu atau oleh pihak yang memberikan
perizinannya secara tidak bebas karena menderita paksaan atau karena khilaf
atau ditipu. Meminta pembatalan perjanjian yang kekurangan syarat subjektifnya
itu dapat dilakukan dengan dua cara:
- Pertama,
secara aktif menuntut pembatalan perjanjian yang demikian di depan
hakim.
- Kedua,
secara pembelaan, yaitu menunggu sampai digugat di depan hakim untuk
memenuhi perjanjian dan di situlah baru mengajukan kekurangannya
perjanjian itu.
10. Kadaluarsa
Menurut ketentuan Pasal 1946 KUH Perdata, lampau waktu
adalah suatu alat untuk memperoleh susuatu atau untuk dibebaskan dari suatu
perikatan dengan lewatnya suatu waktu tertentu dan atas syarat-syarat yang ditentukan
oleh undang-undang.
HUKUM PERJANJIAN
1.
Standar Kontrak
Standar
kontrak adalah perjanjian yang isinya telah ditetapkan terlebih dahulu secara
tertulis berupa formulir-formulir yang digandakan dalam jumlah tidak terbatas,
untuk ditawarkan kepada para konsumen tanpa memperhatikan perbedaan kondisi
para konsumen (Johannes Gunawan)
Menurut
Mariam Darus, standar kontrak terbagi dua yaitu umum dan khusus.
1.
Kontrak
standar umum artinya kontrak yang isinya telah disiapkan lebih dahulu oleh
kreditur dan disodorkan kepada debitur.
2.
Kontrak
standar khusus, artinya kontrak standar yang ditetapkan pemerintah baik adanya
dan berlakunya untuk para pihak ditetapkan sepihak oleh pemerintah.
Berdasar
ketentuan hukum yang berlaku pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,
suatu perjanjian dinyatakan sah apabila telah memenuhi 4 syarat komulatif yang
terdapat dalam pasal tersebut, yaitu :
1. Adanya kesepakatan para pihak untuk
mengikatkan diri :
Bahwa semua pihak menyetujui/sepakat mengenai materi yang diperjanjikan, dalam hal ini tidak terdapat unsur paksaan, intimidasi ataupun penipuan.
Bahwa semua pihak menyetujui/sepakat mengenai materi yang diperjanjikan, dalam hal ini tidak terdapat unsur paksaan, intimidasi ataupun penipuan.
2. Kecakapan para pihak untuk membuat
perjanjian :
Kata kecakapan yang dimaksud dalam hal ini adalah bahwa para pihak telah dinyatakan dewasa oleh hukum, (ukuran dewasa sesuai ketentuan KUHPerdata adalah telah berusia 21 tahun; sudah atau pernah menikah), tidak gila, tidak dibawah pengawasan karena perilaku yang tidak stabil dan bukan orang-orang yang dalam undang-undang dilarang membuat suatu perjanjian tertentu.
Kata kecakapan yang dimaksud dalam hal ini adalah bahwa para pihak telah dinyatakan dewasa oleh hukum, (ukuran dewasa sesuai ketentuan KUHPerdata adalah telah berusia 21 tahun; sudah atau pernah menikah), tidak gila, tidak dibawah pengawasan karena perilaku yang tidak stabil dan bukan orang-orang yang dalam undang-undang dilarang membuat suatu perjanjian tertentu.
3. Ada suatu hal tertentu :
Bahwa obyek yang diperjanjikan dapat ditentukan dan dapat dilaksanakan oleh para pihak.
Bahwa obyek yang diperjanjikan dapat ditentukan dan dapat dilaksanakan oleh para pihak.
4. Adanya suatu sebab yang halal :
Suatu sebab dikatakan halal apabila sesuai dengan ketentuan pasal 1337 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, yaitu :
Suatu sebab dikatakan halal apabila sesuai dengan ketentuan pasal 1337 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, yaitu :
• tidak
bertentangan dengan ketertiban umum
• tidak bertentangan dengan kesusilaan
• tidak bertentangan dengan undang-undang
• tidak bertentangan dengan kesusilaan
• tidak bertentangan dengan undang-undang
2.
Macam-macam Perjanjian
a.
Perjanjian dengan cuma-cuma dan perjanjian dengan beban.
-
Perjanjian dengan
Cuma-Cuma ialah suatu perjanjian dimana pihak yang satu memberikan suatu
keuntungan kepada yang lain tanpa menerima suatu manfaat bagi dirinya sendiri.
(Pasal 1314 ayat (2) KUHPerdata).
-
Perjanjian dengan
beban ialah suatu perjanjian dimana salah satu pihak memberikan suatu
keuntungan kepada pihak lain dengan menerima suatu manfaat bagi dirinya
sendiri.
b.
Perjanjian sepihak dan perjanjian timbal balik.
-
Perjanjian sepihak
adalah suatu perjanjian dimana hanya terdapat kewajiban pada salah satu pihak
saja.
-
Perjanjian timbal
balik ialah suatu perjanjian yang memberi kewajiban dan hak kepada kedua belah
pihak.
c.
Perjanjian konsensuil, formal dan riil.
-
Perjanjian konsensuil
ialah perjanjian dianggap sah apabila ada kata sepakat antara kedua belah pihak
yang mengadakan perjanjian tersebut.
-
Perjanjian formil
ialah perjanjian yang harus dilakukan dengan suatu bentuk tertentu, yaitu
dengan cara tertulis.
-
Perjanjian riil ialah suatu perjanjian yang
diperlukan dan sepakat harus diserahkan.
d.
Perjanjian bernama, tidak bernama, dan campuran.
-
Perjanjian bernama
ialah suatu perjanjian dimana UU telah mengaturnya dengan ketentuan-ketentuan
khusus yaitu dalam Bab V sampai bab XIII KUHerdata ditambah titel VIIA.
-
Perjanjian tidak
bernama ialah perjanjian yang tidak diatur secara khusus.
-
Perjanjian campuran ialah
perjanjian yang mengandung berbagai perjanjian yang sulit di kualifikasikan.
3. Syarat
Sahnya Perjanjian
Menurut Pasal 1320 Kitab Undang Undang Hukum Perdata,
sahnya perjanjian harus memenuhi empat syarat yaitu :
1) Sepakat untuk mengikatkan diri
Sepakat maksudnya adalah bahwa para pihak yang mengadakan perjanjian itu harus
bersepakat, setuju untuk seia sekata mengenai segala sesuatu yang
diperjanjikan. Kata sepakat ini harus diberikan secara bebas, artinya tidak ada
pengaruh dipihak ketiga dan tidak ada gangguan.
2) Kecakapan untuk membuat suatu
perjanjian Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian berarti mempunyai wewenang
untuk membuat perjanjian atau mngadakan hubungan hukum. Pada asasnya setiap
orang yang sudah dewasa dan sehat pikirannya adalah cakap menurut hukum.
3) Suatu hal tertentu Suatu hal
tertentu merupakan pokok perjanjian. Syarat ini diperlukan untuk dapat
menentukan kewajiban debitur jika terjadi perselisihan. Pasal 1338 KUHPerdata
menyatakan bahwa suatu perjanjian harus mempunyai sebagai suatu pokok yang
paling sedikit ditetapkan jenisnya.
4) Sebab yang halal Sebab ialah tujuan
antara dua belah pihak yang mempunyai maksud untuk mencapainya. Menurut Pasal
1337 KUHPerdata, sebab yang tidak halal ialah jika ia dilarang oleh Undang
Undang, bertentangan dengan tata susila atau ketertiban. Menurut Pasal 1335
KUHPerdata, perjanjian tanpa sebab yang palsu atau dilarang tidak mempunyai
kekuatan atau batal demi hukum.
Dua syarat
yang pertama yaitu kesepakatan dan kecakapan yang disebut syarat- syarat
subyektif. Sedangkan dua syarat yang terakhir dinamakan syarat objektif, karena
mengenai perjanjian itu sendiri atau obyek dari perbuatan hukum yang dilakukan.
4.
Saat Lahir Perjanjian
Menetapkan
kapan saat lahirnya perjanjian mempunyai arti penting bagi :
a) kesempatan penarikan kembali penawaran;
a) kesempatan penarikan kembali penawaran;
b) penentuan
resiko;
c) saat
mulai dihitungnya jangka waktu kadaluwarsa;
d)
menentukan tempat terjadinya perjanjian.
Berdasarkan Pasal 1320 jo 1338 ayat
(1) BW/KUHPerdata dikenal adanya asas konsensual, yang dimaksud adalah bahwa
perjanjian/kontrak lahir pada saat terjadinya konsensus/sepakat dari para pihak
pembuat kontrak terhadap obyek yang diperjanjikan.
Pada umumnya perjanjian yang diatur dalam BW bersifat konsensual. Sedang yang dimaksud konsensus/sepakat adalah pertemuan kehendak atau persesuaian kehendak antara para pihak
Mariam Darus Badrulzaman melukiskan pengertian sepakat sebagai pernyataan kehendak yang disetujui (overeenstemende wilsverklaring) antar pihak-pihak. Pernyataan pihak yang menawarkan dinamakan tawaran (offerte). Pernyataan pihak yang menerima penawaran dinamakan akseptasi (acceptatie). Jadi pertemuan kehendak dari pihak yang menawarkan dan kehendak dari pihak yang akeptasi itulah yang disebut sepakat dan itu yang menimbulkan/melahirkan kontrak/perjanjian.
Pada umumnya perjanjian yang diatur dalam BW bersifat konsensual. Sedang yang dimaksud konsensus/sepakat adalah pertemuan kehendak atau persesuaian kehendak antara para pihak
Mariam Darus Badrulzaman melukiskan pengertian sepakat sebagai pernyataan kehendak yang disetujui (overeenstemende wilsverklaring) antar pihak-pihak. Pernyataan pihak yang menawarkan dinamakan tawaran (offerte). Pernyataan pihak yang menerima penawaran dinamakan akseptasi (acceptatie). Jadi pertemuan kehendak dari pihak yang menawarkan dan kehendak dari pihak yang akeptasi itulah yang disebut sepakat dan itu yang menimbulkan/melahirkan kontrak/perjanjian.
Ada beberapa
teori yang bisa digunakan untuk menentukan saat lahirnya kontrak yaitu:
a. Teori Pernyataan (Uitings Theorie)
Menurut
teori ini, kontrak telah ada/lahir pada saat atas suatu penawaran telah
ditulissuratjawaban penerimaan. Dengan kata lain kontrak itu ada pada saat
pihak lain menyatakan penerimaan/akseptasinya.
b. Teori Pengiriman (Verzending
Theori).
Menurut
teori ini saat pengiriman jawaban akseptasi adalah saat lahirnya kontrak.
Tanggal cap pos dapat dipakai sebagai patokan tanggal lahirnya kontrak.
c. Teori Pengetahuan
(Vernemingstheorie).
Menurut
teori ini saat lahirnya kontrak adalah pada saat jawaban akseptasi diketahui
isinya oleh pihak yang menawarkan.
d. Teori penerimaan (Ontvangtheorie).
Menurut
teori ini saat lahirnya kontrak adalah pada saat diterimanya jawaban, tak
peduli apakahsurattersebut dibuka atau dibiarkan tidak dibuka. Yang pokok
adalah saatsurattersebut sampai pada alamat si penerimasuratitulah yang dipakai
sebagai patokan saat lahirnya kontrak.
5.
Pembatalan dan Pelaksanaan Suatu
Perjanjian
Pelaksanaan
Perjanjian
Itikad
baik dalam Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata merupakan ukuran objektif untuk
menilai pelaksanaan perjanjian, artinya pelaksanaan perjanjian harus
mengindahkan norma-norma kepatutan dan kesusilaan. Salah satunya untuk
memperoleh hak milik ialah jual beli.
Pelaksanaan perjanjian ialah pemenuhan hak dan kewajiban yang telah diperjanjikan oleh pihak-pihak supaya perjanjian itu mencapai tujuannya.Jadi perjanjian itu mempunyai kekuatan mengikat dan memaksa. Perjanjian yang telah dibuat secara sah mengikat pihak-pihak, perjanjian tersebut tidak boleh diatur atau dibatalkan secara sepihak saja.
Pelaksanaan perjanjian ialah pemenuhan hak dan kewajiban yang telah diperjanjikan oleh pihak-pihak supaya perjanjian itu mencapai tujuannya.Jadi perjanjian itu mempunyai kekuatan mengikat dan memaksa. Perjanjian yang telah dibuat secara sah mengikat pihak-pihak, perjanjian tersebut tidak boleh diatur atau dibatalkan secara sepihak saja.
Pembatalan
Perjanjian
Suatu perjanjian
dapat dibatalkan oleh salah satu pihak yang membuat perjanjian ataupun batal
demi hokum. Perjanjian yang dibatalkan oleh salah satu pihak biasanya terjadi
karena :
§
Adanya
suatu pelanggaran dan pelanggaran tersebut tidak diperbaiki dalam jangka waktu
yang ditentukan atau tidak dapat diperbaiki.
§
Pihak
pertama melihat adanya kemungkinan pihak kedua mengalami kebangkrutan atau
secara financial tidak dapat memenuhi kewajibannya.
§
Pihak
pertama melihat adanya kemungkinan pihak kedua mengalami kebangkrutan atau
secara financial tidak dapat memenuhi kewajibannya seperti :
-
Terkait resolusi atau perintah pengadilan
-
Terlibat
hukum
-
Tidak lagi
memiliki lisensi, kecakapan, atau wewenang dalam melaksanakan perjanjian
HUKUM
DAGANG
1. Hubungan Hukum Perdata Dengan Hukum Dagang
Hukum Perdata adalah
ketentuan yang mengatur hak-hak dan kepentingan antara individu-individu dalam
masyarakat. Berikut beberapa pengartian dari Hukum Perdata:
- Hukum
Perdata adalah rangkaian peraturan-peraturan hukum yang mengatur hubungan
hukum antara orang yang satu dengan orang yang lain dengan menitik
beratkan pada kepentingan perseorangan
- Hukum
Perdata adalah ketentuan-ketentuan yang mengatur dan membatasi tingkah
laku manusia dalam memenuhi kepentingannya.
Hukum dagang ialah
hukum yang mengatur tingkah laku manusia yang turut melakukan perdagangan untuk
memperoleh keuntungan. Hukum dagang adalah hukum perdata khusus, KUH Perdata
merupakan lex generalis (hukum umum), sedangkan KUHD merupakan lex specialis
(hukum khusus). Dalam hubungannya dengan hal tersebut berlaku adagium lex
specialis derogate lex generalis (hukum khusus mengesampingkan hukum umum).
Khusus untuk bidang perdagangan, Kitab undang-undang hukum dagang (KUHD)
dipakai sebagai acuan. Isi KUHD berkaitan erat dengan KUHPerdata, khususnya
Buku III. Bisa dikatakan KUHD adalah bagian khusus dari KUHPerdata.
Pada
dasarnya Hukum dagang dan hukum perdata adalah dua hukum yang saling berkaitan.
Hal ini dapat dibuktikan di dalam Pasal 1 dan Pasal 15 KUH Dagang.
“Pasal
1 KUH Dagang, disebutkan bahwa KUH Perdata seberapa jauh dari padanya kitab
ini tidak khusus diadakan penyimpangan-penyimpangan, berlaku juga terhadap
hal-hal yang dibicarakan dalam kitab ini.”
“Pasal
15 KUH Dagang,
disebutkan bahwa segala persoalan tersebut dalam bab ini dikuasai oleh
persetujuan pihak-pihak yang bersangkutan oleh kitab ini dan oleh hukum
perdata.”
Selain
kedua pasal tersebut, Prof. Subekti juga berpendapat bahwa kedua hukum tersebut
saling berkaitan. Beliau berpendapat bahwa terdapatnya KUHD disamping KUHS
sekarang ini dianggap tidak pada tempatnya. Hali ini dikarenakan hukum dagang
relative sama dengan hukum perdata. Selain itu “dagang” bukanlah suatu
pengertian dalam hukum melainkan suatu pengertian perekonomian. Pembagian hukum
sipil ke dalam KUHD hanyalah berdasarkan sejarah saja, yaitu karena dalam hukum
romawi belum terkenal peraturan-peraturan seperti yang sekarang termuat dalah
KUHD, sebab perdagangan antar Negara baru berkembang dalam abad pertengahan.
Hukum Dagang merupakan bagian dari Hukum Perdata, atau dengan kata lain Hukum Dagang meruapkan perluasan dari Hukum Perdata.
Untuk itu berlangsung asas Lex Specialis dan Lex Generalis, yang artinya ketentuan atau hukum khusus dapat mengesampingkan ketentuan atau hukum umum.
KUHPerdata (KUHS) dapat juga dipergunakan dalam hal yang daitur dalam KUHDagang sepanjang KUHD tidak mengaturnya secara khusus.
2.
Berlaku Hukum
Dagang
Perkembangan
hukum dagang sebenarnya telah di mulai sejak abad pertengahan eropa (1000/
1500) yang terjadi di Negara dan kota-kota di Eropa dan pada zaman itu di
Italia dan perancis selatan telah lahir kota-kota sebagai pusat perdagangan
(Genoa, Florence, vennetia, Marseille, Barcelona dan Negara-negara lainnya ) .
tetapi pada saat itu hokum Romawi (corpus lurus civilis ) tidak dapat
menyelsaikan perkara-perkara dalam perdagangan , maka dibuatlah hokum baru di
samping hokum Romawi yang berdiri sendiri pada abad ke-16 & ke- 17 yang
berlaku bagi golongan yang disebut hokum pedagang (koopmansrecht) khususnya
mengatur perkara di bidang perdagangan (peradilan perdagangan ) dan hokum
pedagang ini bersifat unifikasi.
Karena
bertambah pesatnya hubungan dagang maka pada abad ke-17 diadakan kodifikasi
dalam hukum dagang oleh mentri keuangan dari raja Louis XIV (1613-1715) yaitu
Corbert dengan peraturan (ORDONNANCE DU COMMERCE) 1673. Dan pada tahun 1681
disusun ORDONNANCE DE LA MARINE yang mengatur tenteng kedaulatan.
Kemudian
kodifikasi hukum Perancis tersebut tahun 1807 dinyatakan berlaku juga di
Nederland sampai tahun 1838. Pada saat itu pemerintah Nederland menginginkan
adanya Hukum Dagang sendiri. Dalam usul KUHD Belanda dari tahun 1819
direncanakan sebuah KUHD yang terdiri atas 3 Kitab, tetapi di dalamnya tidak
mengakui lagi pengadilan istimewa yang menyelesaikan perkara-perkara yang
timbul di bidang perdagangan. Perkara-perkara dagang diselesaikan di muka
pengadilan biasa. Usul KUHD Belanda inilah yang kemudian disahkan menjadi KUHD
Belanda tahun 1838. Akhirnya berdasarkan asas konkordansi pula, KUHD Nederland
1838 ini kemudian menjadi contoh bagi pembuatan KUHD di Indonesia. Pada tahun
1893 UU Kepailitan dirancang untuk menggantikan Buku III dari KUHD Nederland
dan UU Kepailitan mulai berlaku pada tahun 1896. (C.S.T. Kansil, 1985 : 11-14).
KUHD
Indonesia diumumkan dengan publikasi tanggal 30 April 1847 (S. 1847-23), yang
mulai berlaku pada tanggal 1 Mei 1848. KUHD Indonesia itu hanya turunan belaka
dari “Wetboek van Koophandel” dari Belanda yang dibuat atas dasar asas
konkordansi (pasal 131 I.S.). Wetboek van Koophandel Belanda itu berlaku mulai
tanggal 1 Oktober 1838 dan 1 Januari di Limburg. Selanjutnya Wetboek van
Koophandel Belanda itu juga mangambil dari “Code du Commerce” Perancis tahun
1808, tetapi anehnya tidak semua lembaga hukum yang diatur dalam Code du
Commerce Perancis itu diambil alih oleh Wetboek van Koophandel Belanda. Ada
beberapa hal yang tidak diambil, misalnya mengenai peradilan khusus tentang
perselisihan-perselisihan dalam lapangan perniagaan (speciale
handelsrechtbanken)(H.M.N.Purwosutjipto, 1987 : 9).
Pada tahun 1906 Kitab III KUHD Indonesia diganti dengan Peraturan Kepailitan yang berdiri sendiri di luar KUHD. Sehingga sejak tahun 1906 indonesia hanya memiliki 2 Kitab KUHD saja, yaitu Kitab I dan Kitab I (C.S.T. Kansil, 1985 : 14). Karena asas konkordansi juga maka pada 1 Mei 1948 di Indonesia diadakan KUHS. Adapun KUHS Indonesia ini berasal dari KUHS Nederland yang dikodifikasikan pada 5 Juli 1830 dan mulai berlaku di Nederland pada 31 Desember 1830.
Pada tahun 1906 Kitab III KUHD Indonesia diganti dengan Peraturan Kepailitan yang berdiri sendiri di luar KUHD. Sehingga sejak tahun 1906 indonesia hanya memiliki 2 Kitab KUHD saja, yaitu Kitab I dan Kitab I (C.S.T. Kansil, 1985 : 14). Karena asas konkordansi juga maka pada 1 Mei 1948 di Indonesia diadakan KUHS. Adapun KUHS Indonesia ini berasal dari KUHS Nederland yang dikodifikasikan pada 5 Juli 1830 dan mulai berlaku di Nederland pada 31 Desember 1830.
3. Hubungan Pengusaha & Pembantunya
Sebuah
perusahaan dapat dikerjakan oleh seseorang pengusaha atau beberapa orang
pengusaha dalam bentuk kerjasama. Dalam menjalankan perusahaannya seorang
pengusaha dapat bekerja sendirian atau dapat dibantu oleh orang-orang lain
disebut “pembantu-pembantu perusahaan”. Orang-orang perantara ini dapat dibagi
dalam dua golongan. Golongan pertama terdiri dari orang-orang yang sebenarnya
hanya buruh atau pekerja saja dalam pengertian BW dan lazimnya juga dinamakan
handels-bedienden. Dalam golongan ini termasuk, misal pelayan, pemegang buku,
kassier, procuratie houder dan sebagainya. Golongan kedua terdiri dari
orang-orang yang tidak dapat dikatakan bekerja pada seorang majikan, tetapi
dapat dipandang sebagai seorang lasthebber dalam pengertian BW. Dalam golongan
ini termasuk makelar, komissioner.
Namun,
di dalam menjalankan kegiatan suatu perusahaan yang dipimpin oleh seorang
pengusaha tidak mungkin melakukan usahanya seorang diri, apalagi jika
perusahaan tersebut dalam skala besar. Oleh karena itu diperlukan bantuan orang
atau pihak lain untuk membantu melakukan kegiatan-kegiatan usaha tersebut.
Sementara itu,
pembantu-pembantu dalam perusahaan dapat dibagi menjadi dua fungsi, yaitu
pembantu di dalam perusahaan dan pembantu di luar perusahaan:
- Pembantu
di dalam perusahaan
adalah mempunyai hubungan yang bersifat sub ordinasi, yaitu hubungan atas dan bawah sehingga berlaku suatu perjanjian perubahan, misalnya pemimpin perusahaan, pemegang prokutasi, pemimpin filial, pedagang keliling, dan pegawai perusahaan. - Pembantu
di Luar Perusahaan
adalah mempunyai hubungan yang bersifat koordinasi, yaitu hubungan yang sejajar sehingga berlaku suatu perjanjian pemberian kuasa antara pemberi kuasa dan penerima kuasa yang akan memperoleh upah, seperti yang diatur dalam pasal 1792 KUH Perdata, misalnya pengacara, notaries, agen perusahaan, makelar, dan komisioner.
4. Pengusaha & Kewajibannya
Dalam
menjalankan usahanya tentu saja pengusaha memiliki kewajiban, disamping itu
juga memiliki hak. Berikut merupakan Hak dan Kewajiban yang dimiliki oleh
seorang pengusaha.
1. Hak
Pengusaha
·
Berhak
sepenuhnya atas hasil kerja pekerja.
·
Berhak
atas ditaatinya aturan kerja oleh pekerja, termasuk pemberian sanksi
·
Berhak
atas perlakuan yang hormat dari pekerja
·
Berhak
melaksanakan tata tertib kerja yang telah dibuat oleh pengusaha
2. Kewajiban
Pengusaha
·
Memberikan
ijin kepada buruh untuk beristirahat, menjalankan kewajiban menurut agamanya
·
Dilarang
memperkerjakan buruh lebih dari 7 jam sehari dan 40 jam seminggu, kecuali ada
ijin penyimpangan
·
Tidak
boleh mengadakan diskriminasi upah laki/laki dan perempuan
·
Bagi
perusahaan yang memperkerjakan 25 orang buruh atau lebih wajib membuat
peraturan perusahaan
·
Wajib
membayar upah pekerja pada saat istirahat / libur pada hari libur resmi
·
Wajib
mengikut sertakan dalam program Jamsostek
5. Bentuk
– bentuk Badan Usaha
Ada banyak
bentuk bentuk badan usaha. Berikut merupakan beberapa bentuk badan usaha:
- Perseroan Terbatas (PT) merupakan
badan usaha yang dibentuk oleh dua orang atau lebih dengan sistem dan
modal yang sudah ditentukan oleh undang undang yang berlaku.
- Koperasi merupakan
badan usaha yang beranggotakan orang atau badan hukum yang berlandaskan
pada asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi.
- Yayasan merupakan
badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan
dalam mencapai tujuan tertentu pada bidang sosial, keagamaan, kesehatan,
kemanusiaan dan lain-lain.
- Badan Usaha Milik Negara (BUMN) merupakan
suatu unit usaha yang sebagian besar atau seluruh modal berasal dari
kekayaan negara yang dipisahkan serta membuat suatu produk atau jasa yang
sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.BUMN juga sebagai salah satu
sumber penerimaan keuangan negara yang nilainya cukup besar.
6.
PT
Secara umum,
Perseroan Terbatas berarti merupakan badan usaha yang dibentuk oleh dua orang
atau lebih dengan sistem dan modal yang sudah ditentukan oleh undang undang
yang berlaku. PT memiliki landasan hukum yang jelas seperti yang diatur dalam
Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 Perubahan atas Undang-undang Nomor 1 Tahun
1995 tentang PERSEROAN TERBATAS bentuk PT ini juga dirasakan lebih menjaga
keamanan para pemegang saham/pemilik modal dalam berusaha. Jumlah modal dasar
minimum Rp. 20.000.000,-, (Rp.50.000.000,- pada UUPT no.40/2007 atas perubahan
UUPT no. 1/1995) sedangkan untuk bidang usaha tertentu jumlah modal dapat
berbeda seperti yang ditentukan serta berlaku aturan khusus yang mengatur
tentang bidang usaha tersebut. Perseroan Terbatas dibagi ke dalam beberapa
bentuk, diantaranya:
- Perseroan Terbatas / PT Tertutup
PT tertutup
adalah perseroan terbatas yang saham perusahaannya hanya bisa dimiliki oleh
orang-orang tertentu yang telah ditentukan dan tidak menerima pemodal dari luar
secara sembarangan. Umumnya jenis PT ini adalah PT keluarga atau kerabat atau
saham yang di kertasnya sudah tertulis nama pemilik saham yang tidak mudah
untuk dipindahtangankan ke orang atau pihak lain.
- Perseroan Terbatas / PT Terbuka
PT terbuka
adalah jenis PT di mana saham-saham perusahaan tersebut boleh dibeli dan
dimiliki oleh semua orang tanpa terkecuali sehingga sangat mudah untuk diperjual
belikan ke masyarakat. Pada umumnya saham PT terbuka kepemilikannya atas unjuk,
bukan atas nama sehingga tak sulit menjual maupun membeli saham PT terbuka
tersebut.
- Perseroan Terbatas / PT Domestik
PT domestik
adalah PT yang berdiri dan menjalankan kegiatan operasional di dalam negeri
sesuai aturan yang berlaku di wilayah Republik Indonesia.
- Perseroan Terbatas / PT Asing
PT asing adalah
PT yang didirikan di negara lain dengan aturan dan hukum yang berlaku di negara
tempat PT itu didirikan. Namun pemerintah telah menetapkan bahwa setiap
perusahaan atau pemodal asing yang ingin berbisnis dan beroperasi di dalam
negri berbentuk PT yang taat dan tunduk terhadap aturan dan hukum yang ada di
Indonesia.
- Perseroan Terbatas / PT
Perseorangan
PT perseorangan
adalah PT yang saham yang telah dikeluarkan hanya dimiliki oleh satu orang
saja. Orang yang menguasai saham tersebut juga bertindak atau menjabat sebagai
direktur di perusahaan tersebut. Dengan begitu otomatis orang itu akan akan
memilik kekuasaan tunggal, yaitu mengusai wewenang diektur dan juga RUPS /
rapat umum pemegang saham.
- Perseroan Terbatas / PT Umum / PT
Publik
PT Publik adalah
PT yang kepemilikan saham bebas oleh siapa saja dan juga terdaftar di bursa
efek.
7.
Koperasi
Sesuai dengan UU
No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian Indonesia, pengertian dari koperasi
adalah Badan usaha yang beranggotakan orang-orang atau badan hukum. Koperasi
bergerak berlandaskan prinsip koperasi, sekaligus sebagai gerakan ekonomi
rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan.
Prinsip-prinsip Koperasi
1.
Pembagian
SHU dilakukan secara adil dan sebanding berdasar jasa usaha masing-masing
anggota.
2.
Kemandirian
3.
Pembagian
balas jasa yang terbatas pada modal
4.
Keanggotan
bersifat terbuka dan sukarela
5.
Pengelolaan
dilakukan secara demokratis
Struktur Organisasi koperasi
1.
Rapat
Anggota
2.
Pengurus
Pengawas
Jenis Koperasi Jika Dilihat Dari Lapangan Usahanya
- Koperasi Simpan-Pinjam ( kredit )
- Koperasi Konsumsi
- Koperasi Serba usaha
8.
Yayasan
Yayasan adalah
badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan dalam
mencapai tujuan tertentu dibidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan yang tidak
mempunyai anggota. Yayasan dapat mendirikan badan usaha yang kegiatannya sesuai
dengan maksud dan tujuan yayasan.
Pihak-pihak yang
terkait dengan yayasan :
1.
Pengadilan
Negeri : pendirian yayasan didaftarkan ke pengadilan negeri.
2.
Kejaksaan
: Kejaksaan negeri dapat mengajukan permohonan pembubaran yayasan kepada
pengadilan jika yayasan tidak menyesuaikan anggaran dasar dalam jangka waktu
yang ditentukan.
3.
Akuntan
Publik : laporan keuangan yayasan diaudit oleh akuntan publik yang memiliki
izin menjalankan pekerjaan sebagai akuntan publik.
9.
Badan Usaha
Milik Negara
Badan Usaha
Milik Negara atau BUMN merupakan suatu unit usaha yang sebagian besar atau
seluruh modal berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan serta membuat suatu
produk atau jasa yang sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. BUMN juga
sebagai salah satu sumber penerimaan keuangan negara yang nilainya cukup besar.
Berikut di bawah ini adalah penjelasan dari bentuk BUMN, yaitu persero dan
perum beserta pengertian arti definisi :
- Persero adalah
BUMN yang bentuk usahanya adalah perseoran terbatas atau PT. Bentuk
persero semacam itu tentu saja tidak jauh berbeda sifatnya dengan
perseroan terbatas / PT swasta yakni sama-sama mengejar keuntungan yang
setinggi-tingginya / sebesar-besarnya. Saham kepemilikan Persero sebagaian
besar atau setara 51% harus dikuasai oleh pemerintah. Karena Persero
diharapakan dapat memperoleh laba yang besar, maka otomatis persero
dituntut untuk dapat memberikan produk barang maupun jasa yang terbaik
agar produk output yang dihasilkan tetap laku dan terus-menerus mencetak
keuntungan. Organisasi Persero yaitu direksi, komisaris dan rups / rapat
umum pemegang saham. Contoh persero yaitu : PT Jasamarga, Bank BNI, PT
Asuransi Jiwasraya, PT PLN, dan lain sebagainya.
- Perusahaan umum atau
disingkat perum adalah perusahaan unit bisnis negara yang seluruh modal
dan kepemilikan dikuasai oleh pemerintah dengan tujuan untuk memberikan
penyediaan barang dan jasa publik yang baik demi melayani masyarakat umum
serta mengejar keuntungan berdasarkan prinsip pengolahan perusahaan.
Organisasi Perum yaitu dewan pengawas, menteri dan direksi. Contoh perum /
perusahaan umum yakni : Perum Peruri / PNRI (Percetakan Negara RI), Perum
Perhutani, Perum Damri, Perum Pegadaian, dll.
Maksud dan
tujuan pendirian BUMN adalah :
- Memberikan sumbangan bagi
perkembangan perekonomian nasional pada umumnya dan penerimaan negara pada
khususnya.
- Mengejar keuntungan.
- Menyelenggarakan kemanfaatan umum
berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan memadai
bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak.
- Menjadi perintis kegiatan-kegiatan
usaha yang belum dapat dilaksanakan olehsektor swasta dan koperasi.
- Turut aktif memberikan bimbingan
dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah, koperasi, dan
masyarakat.
Sumber
:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar