Sabtu, 25 Juni 2016

Motivasi Kerja Mahasiswa Jurusan Akuntansi Setelah Mempelajari Bidang Akuntansi


Saya pernah mendengar dari orang tua dulu, bahwa jika ingin melanjut sekolah tinggi, pilih lah jurusan ekonomi, apapun fokusnya, karena kelak tenaga dan pikiran kita akan sangat dibutuhkan. Itu kata orang dulu. Mungkin jika orang yang berbicara itu sekarang masih hidup? Dia akan sangat menyesal berbicara seperti itu, melihat ke ironisan sekarang. Ya, memang dahulu lulusan dari ekonomi sangat dielu-elukan menjadi ekonom ulung, dan bekerja di kantor-kantor bertingkat, berlantai marmer, dan berpendingin ruangan, tapi mungkin sekarang tidak. Ambil saja contoh juruaan akutansi dengan tujuan ranah perbankan. Mungkin dahulu pihak bank akan mencari lulusan yang pandai berhitung cepat, atau pandai mengebet uang menggunakan jemari, atau bahkan lihai mengoperasikan komputer. Tapi sekarang berbeda. Banyak pihak bank yang justru mencari rekrutan yang pandai dan sudah terdidik secara retorika, seperti jurusan sastra, hukum, dan sosial. Tidak dapat dibohongi jika dahulu, lulusan akutansi dibutuhkan untuk menelola keuangan dan uang masuk secara manual, tanpa harus berretorika untuk menarik nasabah bergabung bersama perusahaan tersebut. Tapi sekarang semua berbeda, bak partai fase grup dalam piala eropa 2016 terkadang prediksi bisa terpatahkan oleh hasil dilapangan. Ya benar, bank diera sekarang lebih mencari lulusan yang berpenampilan menarik, dan pandai berretorika seperti lulusan sastra, hukum, dan sosial. Perkara mengoperasikan komputer untuk mengelola uang? Hal itu bisa dipelajari lewat trening selama 3-5 bulan sebelum bekerja, itu aturan yang di buat pemerintah untuk semua perbankan di negeri ini tanpa terkecuali. Ironis, saking laris manisnya kampus dengan dibukanya jurusan akutansi, bak kacang rebus di musim penghujan. Baik kampus dengan embel negeri, swasta ternama, swasta menengah, hingga swasta di bawah naungan ruko-ruko sewa dua tahun tarik. Saking banyaknya lulusan akutansi, dan banyak pula peluang kerjanya, namun peluang itu ternyata lebih banyak berpihak pada lulusan selain akutansi seperti sastra, hukum, dan sosial, yang lebih mengedepankan humaniora atau hubungan sesama manusia yang lebih intim untuk memikat nasabah menggunakan jasa bank tersebut. Miris, lulusan akutansi mati dalam persaingan mendapatkan pekerjaan dengan lulusan akutansi dari kampus lain. Di lain sisi, saat mereka beradu, muncul lulusan lain yang mengambil alih ranah mereka, dengan embel-embel, pandai berretorika. Andai saja akutansi diajari retorika, mungkin mereka tak akan semiris ini sekarang. Ilmu yang mereka palajari, uang yang mereka keluarkan, waktu yang mereka luangkan. Ternyata tergantikan oleh mesin yang dilengkapi dengan rumus-rumus instan yang dioperasikan oleh tangan-tangan non akutansi. Saya miris dengan kenyataan yang ironis, karena saya akutansi dan saya nanti ketika lulus tidak hanya bersaing dengan jutaan lulusan akutansi yang akan memperebutkan ratusan lapangan pekerjaan, tetapi bersaing pula dengan ratusan lululusan sastra, hukum, dan sosial. Ternyata orang tua dulu salah, ia hanya meramal akutansi dan ekonomi beberapa tahun setelahnya, bukan puluhan tahun selanjutnya. System perkuliahan harus segera dirubah, tidak hanya mementingkan teori semata tetapi praktek lapanganlah yang sangat penting. Dengan keahlian dan pengalaman dari praktek lapangan membuat lulusan lulusan akuntansi dapat Berjaya.

Tulisan ini untuk memenuhi tugas softskill mata kuliah Akuntansi Internasional
Nama   : D. Auliasari
Dosen  : Jessica Barus, SE., MMSI
UNIVERSITAS GUNADARMA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar